Besarnya Dampak Perundungan, Jangan Disepelekan!! Perbanyak Agen Perubahan
Unicef dan mitranya di Jawa Tengah, LPA menyampaikan masalah perundungan atau bulliying, saat berkunjung ke Rembang, hari Kamis (18/04).
Unicef dan mitranya di Jawa Tengah, LPA menyampaikan masalah perundungan atau bulliying, saat berkunjung ke Rembang, hari Kamis (18/04).

Rembang – Besarnya dampak perundungan (bulliying), terutama di kalangan anak-anak menjadi fokus perhatian Unicef.

Korban bulliying bisa saja tidak mau masuk sekolah, trauma mendalam bahkan ada yang sampai bunuh diri.

Kepala Kantor Unicef Untuk Wilayah Jawa, Arie Rukmantara menjelaskan untuk menekan aksi perundungan, salah satu solusinya memperbanyak agen perubahan.

Konsep ini mempertemukan antara pelaku dan korban bully menjadi satu tim, sepakat untuk tidak mengulangi tindakan tersebut.

“Mereka berhasil menyelesaikan lokasi di mana saja yang rentan bulliying, topik apa saja yang jadi topik bulliying, disepakati untuk tidak diulangi dan berubah menjadi kegiatan positif,” tuturnya saat berada di Rembang, Kamis (18 April 2024).

Arie mencontohkan agen perubahan di Semarang, bernama Sripun, awalnya merupakan korban perundungan di sebuah sekolah.

Karena keberhasilan menjadi agen perubahan, pemain sepak bola yang juga duta persahabatan Unicef, David Beckham tertarik datang mengunjungi Sripun.

“Sripun anak perempuan yang menjadi agen perubahan, ia mampu bangkit, meski sebelumnya jadi orang yang paling sering dibully di sekolah tersebut. David Beckham datang waktu itu tahun 2018,” beber Arie.

Soal pelaku perundungan apakah sebatas dibina atau proses hukum, Unicef lebih menitikberatkan pada pencegahan dari jenjang sekolah terbawah di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD).

“Hukum menjadi wilayah pemerintah RI, kalau kita lebih ke pencegahan. Peniadaan kekerasan dari yang paling kecil, dari PAUD misalnya. Bagaimana anak-anak bisa bermain riang gembira, dari PAUD sampai menginjak kelas 3 SD. Habis itu, bagaimana mereka bisa menata kegiatan bersama-sama,” imbuhnya.

Sementara itu, Hidayatus Sholichah, salah satu Mitra Unicef dari Lembaga Perlindungan Anak (LPA) menuturkan pemilihan agen perubahan, termasuk unik.

Jika biasanya berdasarkan siswa dengan prestasi akademik bagus atau pengurus OSIS, tapi ini kebanyakan anak-anak yang populer, termasuk “pentholan” di sekolah.

Mereka justru mendapatkan kepercayaan untuk memutus mata rantai bulliying.

“Kadang sekolah juga heran lho kok yang terpilih anak ini, gengnya di situ. Mereka bisa memberikan pengaruh positif, setelah ikut kegiatan roots programme. Bagaimana mereka bisa menyampaikan kepada temennnya, menumbuhkan kepercayaan diri bahwa bulliying itu nggak baik lho, temen-temen harus berani bicara,” beber Hidayatus.

Untuk menekan aksi perundungan, menurutnya guru dan kepala sekolah harus lebih tanggap mengamati situasi di dalam kelas.

Begitu muncul keluhan, jangan dianggap sepele. Tapi sesegera mungkin ditangani, dengan cara-cara yang tepat.

“Sudah banyak kejadian yang imbasnya tak terduga, karena kasus bulliying dianggap angin lalu oleh orang-orang dewasa yang sebenarnya sudah mengetahui, tapi kemudian malah dianggap hal biasa,” pungkasnya. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan