Rembang – Angka kematian ibu dan bayi di Kabupaten Rembang, tergolong masih tinggi.
Sarwoko Mugiyono, Sub Koordinator Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Rembang saat talk show di Radio R2B Rembang, hari Kamis (25/08) menjelaskan angka kematian ibu (hamil maupun masa nifas) hampir sama dengan wilayah Kabupaten Brebes, yang jumlah penduduknya jauh lebih besar, yakni mencapai 5 Jutaan.
“Kabupaten Rembang hanya 700 ribuan penduduknya, tapi angka kematian ibu dengan Kabupaten Brebes hampir sama. Jadi kenapa saya sebut Kabupaten Rembang termasuk tinggi, “ ujarnya.
Ia memperinci angka kematian ibu pada tahun 2017 sebanyak 14 kasus, 2018 mencapai 9 kasus, 2019 7 kasus, 2020 ada 13 kasus, kemudian tahun 2021 mencapai 6 kasus dan hingga bulan Agustus tahun 2022 sudah ada 5 kasus.
“Idealnya kematian ibu tidak ada atau paling nggak di bawah 5 kasus. Kita sedang terus berupaya kalau bisa 0 kasus, “ imbuh sarwoko.
Sarwoko menimpali untuk angka kematian bayi, selama tahun 2017 sebanyak 135 kasus, 2018 ada 149, tahun 2019 mencapai 164 kasus, 2020 ada 138, kemudian tahun 2021 berjumlah 97 kasus dan hingga bulan Agustus 2022 mencapai 63 kasus.
“Jumlah ini termasuk mengkhawatirkan dan harus waspada, semoga sampai sisa waktu akhir tahun, nggak ada tambahan lagi, “ terangnya.
Dari hasil evaluasi, penyebab kematian ibu selama tahun 2021, paling dominan adalah pengaruh pandemi Covid-19, disusul faktor pendarahan dan eklampsia (kejang-kejang).
Sedangkan faktor pemicu kematian bayi, diantaranya asfiksia (kekurangan oksigen), bayi berat badan lahir rendah (BBLR), maupun adanya kelainan.
“Yang paling utama adalah BBLR, “ beber Sarwoko.
Untuk terus menekan angka kematian ibu dan bayi, pihaknya menjalankan program Telponi, kepanjangan dari Temokno, Laporno dan Openi (Temukan, Laporkan dan Rawat).
“Jadi semua pihak terkait saling bekerja sama dan benar-benar mengawal masalah ini. Mulai dari kader di tingkat desa hingga dokter spesialis. Posyandu tetap jadi garda terdepan, “ pungkasnya. (Musyafa Musa).