

Rembang – Kabupaten Rembang menjadi salah satu percontohan penanganan kesejahteraan anak dan remaja di Jawa Tengah bersama Kota Pekalongan, dalam sebuah program yang didukung oleh UNICEF.
Bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Klaten, program ini berlangsung sejak Februari hingga Agustus 2024. Salah satu fokusnya adalah menekan tingginya kasus pernikahan anak di daerah.
Kepala Dinas Sosial Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana (Dinsos PPKB) Rembang, Prapto Raharjo mengatakan asesmen sudah dilakukan di 70 desa dari 14 kecamatan. Hasilnya, diketahui faktor ekonomi dan hamil di luar nikah menjadi penyebab utama tingginya angka pernikahan anak di Rembang.
“UNICEF bersama LPA Klaten melakukan verifikasi dan validasi di 14 kecamatan. Ada 103 kasus (pernikahan anak) yang telah diasesmen,” ujarnya.
Belum lama ini pihaknya juga menggelar lokakarya, yang diharapkan turut membantu menekan angka pernikahan anak, sekaligus memastikan layanan pasca nikah terpenuhi.
“Kami memberikan pemahaman dan edukasi kepada KPAD dan OPD terkait, sehingga mereka dapat berkolaborasi dalam menangani kasus pernikahan anak di desa masing-masing,” imbuh Prapto.
Musripah, perwakilan Komisi Perlindungan Anak Desa (KPAD) Desa Babagan Kecamatan Lasem menjelaskan, bahwa hasil lokakarya menekankan pentingnya pengawasan kesehatan ibu dan bayi serta kondisi ekonomi keluarga.
Jika ekonomi belum mencukupi, pasangan muda tersebut akan diberi pelatihan keterampilan sesuai keahlian yang dimiliki.
“Dari lokakarya, keahlian yang dimiliki anak, seperti merias atau memasak, akan dibina melalui pelatihan agar ekonomi keluarga dapat berlanjut,” terangnya.
Menurut data dari Dinsos PPKB Rembang, terdapat 128 kasus pernikahan anak pada tahun 2023-2024. Dari jumlah tersebut, 103 kasus telah diasesmen untuk menentukan kebutuhan layanan pasca nikah. (Wahyu Adi).