Rembang – Gagalnya pembangunan jalan lingkar tahun ini, ternyata tidak sekedar karena kendala anggaran pembebasan lahan yang harus meminjam uang kepada pihak Bank Jateng.
Tapi ada sebab lain dari sisi persiapan teknis, yang berdampak pada waktu menjadi terlalu mepet.
Bupati Rembang, Abdul Hafidz membeberkan masalah pertama, biaya pembebasan lahan. Ia mengasumsikan rata-rata harga tanah Rp 200 Ribu per meter persegi.
“Kalau sudah masuk permukiman mungkin bisa Rp 500 Ribu sampai Rp 1 Juta. Jadi 200 Ribu itu ancer-ancer, saya buat rata-rata segitu, “ terangnya.
Rencana awal lebar 20 Meter, dengan panjang 25 kilo meter, sehingga perkiraan butuh lahan 50 an hektar. Dengan estimasi tersebut, maka akan menelan anggaran Rp 100 Miliar.
Tapi belakangan pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan baru, lebar jalan lingkar minimal 40 Meter.
“Kalau nggak lebar, pemerintah pusat khawatir jalan lingkar malah seperti jadi jalan RT, seiring perkembangan waktu dan zaman yang begitu cepat, “ imbuh Bupati.
Imbasnya, kebutuhan anggaran semakin membengkak. Belum lagi jika harga tanah, tidak sesuai prediksi. Pasti butuh biaya berlipat-lipat, padahal statusnya Pemkab Rembang meminjam uang Bank Jateng.
“Untuk pembebasan lahan menjadi tanggung jawab Pemkab, sedangkan konstruksinya dari pemerintah pusat. Kalau sampai Rp 200 Miliar atau bahkan lebih, nggak mungkin, “ ucapnya.
Bupati menambahkan masalah kedua, yakni tentang dokumen studi Larap (Land Acquisition and Resetlement Action Plan), sebuah dokumen yang berisi rencana tindak penanganan dampak sosial ekonomi akibat pengadaan tanah. Studi Larap sebagai dasar tim, untuk menilai harga tanah.
Tiga kali ditayangkan dalam tender lelang secara online, selalu gagal. Hingga kemudian diulang dan mendapatkan pemenang dari Jakarta yang akan menggarap studi Larap.
Hasil komunikasi dengan pemenang tender, mereka butuh waktu 6 bulan untuk menyelesaikan. Menurut Hafidz, waktu 6 bulan sangat tidak memungkinkan, karena harus mengejar sampai akhir tahun 2022 ini.
“Kita minta dipadatkan, karena kalau 6 bulan sudah mepet. Mereka sempat menyanggupi bisa 4 bulan, “ paparnya.
Sedangkan tim penilai (Appraisal) perlu waktu 2 bulan, untuk menentukan harga tanah, sehingga lagi-lagi kendala waktu menjadi momok, gagalnya pembangunan jalan lingkar.
“Lha kalau 4 bulan, ditambah 2 bulan, kan 6 bulan lagi. Secara tekhnis nggak mungkin, mengejar sampai akhir tahun ini, “ tandas Hafidz.
Pemkab Rembang akan melihat perkembangan di tahun 2023, apakah proyek jalan lingkar masih berpeluang tetap dilanjutkan atau tidak.
“Pinjaman Bank Jateng nggak kami ambil. Nanti di tahun 2023 kayak apa, apakah kami tetap akan ngejar atau gimana, “ ucap kepala daerah asli Dusun Mudal Desa Pamotan ini.
Tapi Bupati berpendapat kalaupun nantinya Rembang tidak mempunyai jalan lingkar, kepadatan arus lalu lintas yang lewat jalur Pantura akan terpecah, seiring dengan pembangunan jalan tol Semarang – Demak – Tuban yang melintasi wilayah Kabupaten Rembang.
“Tapi itu bukan menjadi pertimbangan kami, meski sebenarnya sedikit melegakan. Kalau jalan lingkar gagal, masih ada jalan tol. Soalnya jalan lingkar tak hanya memecah arus kendaraan, tetapi juga untuk perluasan kota, “ pungkasnya. (Musyafa Musa).