Sumber – Fenomena Dusun Ngaglik Desa Kedungasem, Kecamatan Sumber kembali mencuat saat kegiatan dinamika pembangunan di pendopo Kecamatan Sumber, Senin (23/12). Hal itu karena mitos pejabat siapa pun ketika masuk Dusun Ngaglik, akan “prothol” jabatannya, membuat banyak yang enggan masuk ke dusun kecil tersebut. Imbasnya, masyarakat setempat menerima perlakuan tidak adil dari jajaran pemerintah.
Sukarjan, Ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Kedungasem Kecamatan Sumber mencontohkan saat ada ibu melahirkan sampai usia 40 hari, mestinya menerima kunjungan bidan paling tidak sebanyak 3 kali. Tapi sampai saat ini belum ada bidan desa yang mau masuk ke Dusun Ngaglik.
“Pernah ada ibu melahirkan sangking gampange atau kebrojolan. Ketika lapor ibu yang masih letih dan bayinya disuruh keluar dusun, untuk diperiksa, karena bidannya nggak mau, “ keluhnya.
Pernah pula di Dusun Ngaglik terjadi wabah ayam mati. Pegawai pemerintah yang ingin melakukan pemeriksaan meminta agar bangkai ayam diangkut keluar dusun dulu.
“Kalau bangkai ayam mungkin masih bisa kita bawa. Lha misalnya ada jenazah manusia, apa ya harus kami gotong dulu keluar kampung. Ini kan nggak mungkin pak, “ imbuh Sukarjan.
Mitos unik di Dusun Ngaglik itu pernah menjadi sorotan media TV nasional, beberapa tahun silam. Nyatanya sampai sekarang mitos belum terkikis. Sukarjan mempertanyakan apakah warga di dusunnya akan mendapatkan perlakuan semacam itu terus menerus, padahal Pancasila mengamanatkan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
“Yang terbaru sebelum saya berangkat ke sini (kantor kecamatan-Red) ada ibu dua bulan lalu melahirkan, tak tanya apakah sudah ada bidan ke sini, jawabe durung ono. Tiap kali saya lapor, selalu dijawab, salahe desamu ngono. Pertanyaannya, apakah kami beda dengan yang lain, “ bebernya.
Namun ada yang sedikit melegakan saat ini, karena jika dulu tidak ada penghulu KUA berani datang ke Dusun Ngaglik untuk menikahkan warga, sejak 2 tahun terakhir, penghulu sudah mau masuk Dusun Ngaglik.
“Saya masih ingat setelah ada pergantian pejabat KUA, sekarang sudah ada akad nikah di Dusun Ngaglik. Sebelum itu, Ngaglik masih terkesan medeni, “ ucap Sukarjan.
Bupati Rembang, Abdul Hafidz yang mendengar keluhan tersebut memerintahkan Kepala Desa Kedungasem untuk mengawali masuk Dusun Ngaglik bersama bidan. Kalau bidan tidak mau, segera dilaporkan.
“Wah medeni wong iki, aku dewe yo wedi pak karo Ngaglik. Bu Kades ngajak kader, ngajak bu bidan. Kalau bidannya nggak mau, laporkan saya. Nanti tak pindahe di Kajar pucuk gunung sana, malah tangisan. Bu inggi ngawali sik, yen bu inggi gak ono opo-opo, kulo nembe mriko. Yen ono opo-opo, yo podo wae aku gak wani, “ ujar Hafidz bercanda.
Kades Kedungasem pun langsung angkat bicara, karena mitos pejabat yang masuk Dusun Ngaglik akan “prothol” jabatannya, begitu kuat. Bupati balik mencontohkan penghulu KUA, nyatanya tidak masalah.
“Pak naib (penghulu-red) nyatane gak opo-opo. Wis ngene wae kulo tak mriko ngajak bidan, bu inggi, pak Wabup bareng-bareng. Yen bar, bar kabeh. Yen iseh, iseh kabeh, “ terangnya disambut tawa tamu undangan.
Merasa belum yakin, Bupati kemudian menyarankan Sekretaris Kecamatan (Sekcam) Sumber untuk mengawali datang ke Dusun Ngaglik.
“Pak Sekcam sing melopori, Sekcame arep pensiun. Wis aku tulung pak Sekcam datang sama bu bidan, bu inggi. Ora usah kuwatir, bumi bumine gusti Allah kok, “ tandas Bupati
Guna meyakinkan masyarakat sekaligus menjadi contoh bagi para pejabat, Hafidz berjanji akan membuat acara di Dusun Ngaglik Desa Kedungasem, Kec. Sumber. (Musyafa Musa).