Rembang – Pihak Pemerintah Kabupaten Rembang menyangkal adanya kenaikan angka kematian bayi, karena disebabkan proses persalinan dilarang di rumah bidan dan harus berlangsung di Puskesmas.
Bupati Rembang, Abdul Hafidz menjelaskan anggapan semacam itu bukanlah alasan. Justru dengan penanganan persalinan terpusat di Puskesmas, akan lebih maksimal. Tapi kalau persalinan dipegang oleh bidan secara pribadi, menurutnya rentan menimbulkan kebingungan di tengah masyarakat, terutama menyangkut persoalan tarif.
Apalagi pelayanan kesehatan tidak boleh didasarkan pada materi atau komersial. Sedangkan ukuran biaya, sudah ditentukan oleh pemerintah.
“Kalau bicara pelayanan kesehatan, dasarnya adalah masalah sosial. Nggak boleh dikaitkan dengan unsur – unsur materi, apalagi harus dapat untung berapa. Lha yang biayai siapa, itu akan terukur nanti. Jadi kalau muncul anggapan angka kematian bayi, karena harus dilayani di Puskesmas, tidak bisa jadi alasan itu, “ tutur Hafidz.
Bupati menambahkan ketika angka kematian bayi sempat meningkat sedikit, dirinya langsung memanggil Kepala Dinas Kesehatan, untuk dilakukan pembinaan secara berjenjang. Apakah karena faktor bidan kurang tanggap atau ada penyebab lain. Setelah itu, Kepala Dinas Kesehatan menindaklanjuti ke Kepala Puskesmas.
“Kepala Puskesmas yang bertanggung jawab di tingkat kecamatan, Kepala Dinas Kesehatan bertanggung jawab di tingkat kabupaten. Kemarin itu Kepala Dinas Kesehatan sudah agak marah – marah ketika memberikan pengarahan. Masyarakat pun boleh mengawasi kita. Apabila ada sesuatu yang perlu diperbaiki, ya monggo laporkan saja, “ imbuhnya.
Sebelumnya, angka kematian bayi di Kabupaten Rembang selama tahun 2018 sebanyak 139 kasus. Faktor tertinggi adalah bayi berat lahir rendah sekira 33 %. Nantinya diharapkan bidan desa mengintensifkan pantauan ketika ada ibu hamil, sehingga dapat mengantisipasi kemungkinan terburuk sejak dini. (Musyafa Musa).