

Rembang – Puluhan warga Desa Sale, Kecamatan Sale mendatangi gedung DPRD Rembang, Senin (12 November 2018). Mereka berdemo sambil mengenakan masker, memprotes pencemaran lingkungan yang diduga berasal dari pabrik pengolahan kulit di kampung mereka.
Massa pendemo membentangkan poster tuntutan dan berorasi, sekaligus melakukan aksi teatrikal, untuk menggambarkan betapa warga sudah bosan dengan dampak pencemaran.
Bambang Sembodo Utomo, seorang warga Desa Sale menjelaskan sejak beroperasi tahun 2005 lalu, pabrik pengolahan kulit mulai memicu keresahan. Bau busuk menyengat mengganggu masyarakat sekitar. Kemudian pada tahun 2010, disinyalir limbah pengolahan pabrik kulit juga dibuang ke sungai, sehingga mencemari daerah aliran sungai.
“Biasanya kalau pas sungai banjir saja, limbah digelontorkan. Tapi sekarang dalam keadaan air kecil pun, limbah tetap dibuang. Kami sudah minta Dinas Lingkungan Hidup agar tidak ada bau dan tidak ada pembuangan limbah. Tapi dinas malah bawa sample ke lab, kan nggak nyambung, “ keluhnya.
Warga semakin jengkel, ketika pemilik usaha belum memiliki iktikad baik untuk memenuhi keinginan masyarakat. Justru menuding sebagai preman dan iri terhadap kelangsungan pabrik kulit. Jika dalam 2 x 24 jam, polusi masih terus terjadi, pihaknya mengancam akan menyegel pabrik tersebut.
“Masak kami dianggap sebagai preman, orang – orang mbambung, iri hati dan lain sebagainya. Jelek – jelek untuk kita. Padahal kami ingin kesadaran pihak pabrik, tahu salahnya. Yang penting nggak ada bau dan jangan buang limbah sembarangan. Pokoknya kalau nggak selesai, akan kami segel. Anehnya saat pak Bupati meninjau ke sana, nggak ada bau menyengat, “ ujar Bambang.
Ketua DPRD Rembang, Majid Kamil menyatakan pihaknya baru menerima informasi dari 1 kelompok. Untuk mengambil langkah – langkah tindak lanjut, DPRD perlu mendapatkan informasi dari Dinas Lingkungan Hidup maupun pemilik usaha pabrik pengolahan kulit.
Yang jelas, ia mendorong supaya pengusaha mengolah limbah dengan benar, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif. Terkait penutupan usaha, menurutnya dinas terkait membutuhkan rekomendasi dari Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Tadi kepala DLH kan nggak hadir, makanya akan kami undang di lain hari. Kita nggak bisa langsung memutuskan hari ini. Apalagi DPRD kan bukan pelaku seperti pemerintah. Kita sebatas menyarankan dan memfasilitasi pertemuan. Semoga segera ada solusi, “ ucap Majid Kamil.
Setelah melakukan audiensi di ruang paripurna gedung DPRD Rembang, akhirnya massa membubarkan diri. (Musyafa Musa).