

Rembang – Pihak Kementerian Agama Kabupaten Rembang memberikan 3 pernyataan sikap, terkait kasus dugaan pelecehan seksual terhadap santriwati yang menyeret oknum pengasuh sebuah pondok pesantren di Kecamatan Sedan.
Kepala Kementerian Agama Kabupaten Rembang, Moh. Mukson menjelaskan yang pertama pihaknya menghargai proses hukum di Polres Rembang.
“Karena persoalan ini sudah masuk proses hukum, tentu kami menghargai proses hukum yang berjalan,” tuturnya.
Kedua, Kemenag menghargai asas praduga tidak bersalah dan ketiga akan memastikan bahwa kegiatan belajar mengajar di pesantren tersebut maupun lembaga pendidikan formal yang dinaungi, tetap berjalan secara kondusif.
“Berdasarkan informasi dari kawan-kawan yang sudah berkunjung ke sana, baik di pondok pesantren maupun lembaga pendidikan formal, alhamdulillah masih berjalan baik dan tidak terlalu terpengaruh berita tersebut. Tidak sampai ada gelombang siswa memutuskan keluar,” kata Mukson.
Ia menilai masyarakat sudah cerdas membedakan antara kesalahan personal dengan kesalahan kelembagaan.
“Kami juga hargai keputusan yayasan yang sepertinya telah mengambil langkah-langkah agar suasana lebih kondusif, termasuk menonaktifkan yang bersangkutan,” tandasnya.
Mukson menimpali Kemenag Rembang belum komunikasi langsung dengan korban. Ia memastikan jika dibutuhkan, siap melakukan pendampingan-pendampingan.
“Terkait dengan proses pembelajaran, apakah yang bersangkutan masih tetap di situ atau pindah ke lembaga lain, kami siap membantu. Kalau dibutuhkan juga pendampingan psikis. Sejauh ini kita belum ketemu langsung dengan korban. Tapi kami tetap memantau perkembangan,” beber Mukson.
Saat ditanya apakah memungkinkan izin operasional pesantren dicabut ? Menurutnya, Kemenag akan menunggu proses hukum terlebih dahulu.
“Saya kira itu masih terlalu jauh ya, soalnya kita harus mendudukkan masalah ini, apakah personal atau lembaga. Kecuali kalau pengasuhnya begitu semua,” ucapnya.
Menyangkut Peraturan Menteri Agama Nomor 73 tahun 2022, tentang pencegahan dan penanganan kekerasan seksual di satuan pendidikan pada Kementerian Agama, menurut Mukson terus disosialisasikan kepada jajaran.
“Biar mereka memahami bahwa harus lebih hati-hati. Kadang maksudnya sekedar memegang tangan atau memegang pundak untuk mengingatkan, tapi itu sebaiknya dihindari, karena bisa dianggap pelecehan,” pungkas Mukson. (Musyafa Musa).