Rembang – Sektor pertanian tembakau di Kabupaten Rembang terpukul, akibat tingginya curah hujan di luar prediksi (anomali cuaca). Bahkan sudah banyak petani yang saat ini menyerah.
Seorang petani tembakau di Desa Tlogotunggal Kecamatan Sumber, Marjuki menjelaskan jika mengacu jadwal dari perusahaan mitra, PT Sadana Arif Nusa, bulan Juli ini mestinya sudah memasuki usia tanaman 60 hari atau masa punggel tunas.
Namun karena curah hujan yang semakin meningkat, tanaman belum mencapai target tersebut. Justru berulang kali disulami atau diganti tanaman baru.
“Tanaman hancur, layu semua. Jadi petani harus tanam lagi, “ ungkapnya, Kamis (14 Juli 2022).
Marjuki mengakui banyak petani yang sudah tidak sanggup lagi menanam tembakau, karena faktor kehabisan modal maupun kesulitan mendapatkan benih.
“Benih dari perusahaan, petani yang melakukan penyemaian. Kalau umur benih sudah terlalu tua, nggak bisa ditanam. Dipaksakan ya mati. Saya sendiri mau nanam luas 3 hektar, tapi ini setengah hektar saja, separuhnya mati, “ imbuh Marjuki.
Kepala Dinas Pertanian Dan Pangan Kabupaten Rembang, Agus Iwan Haswanto membenarkan efek cuaca mengganggu tanaman tembakau. Hasil laporan sebagian petani, ada yang sampai 3 hingga 4 kali mengganti tanamam baru, karena tanaman lama yang layu mati diguyur hujan deras.
Apalagi jika tembakau berada di area lahan persawahan dan tidak dilengkapi dengan saluran air.
“Tahun ini memang tahun yang berat bagi petani tembakau, karena biasanya bulan Juli sudah masuk musim kemarau, tapi ini curah hujan relatif tinggi. Untuk antisipasi, petani dari awal harusnya membuat saluran pembuangan air, biar tanaman nggak langsung tergenang air, “ kata Agus.
Agus Iwan menambahkan semula perusahaan memberikan target luas lahan tembakau mencapai 5 ribu hektar tahun ini. Tapi sampai akhir bulan Mei lalu, baru sekira 10 % yang tertanam.
Karena cuaca hujan berimbas pada masa penanaman molor, ia berharap perusahaan mitra juga melonggarkan waktu pembelian hasil panen.
Jika biasanya berlangsung pada akhir bulan Agustus, nantinya dapat diundur. Termasuk kemungkinan perusahaan mempertimbangkan grade kualitas tembakau, agar tidak terlalu memberatkan para petani.
“Perlu duduk bersama antara APTI dan perusahaan mitra, agar dicari solusinya seperti apa. Selain toleransi perpanjangan waktu, syukur-syukur pertimbangan grade daun, kalau ada petani yang bisa setor hasil panen, “ tandasnya.
Sebenarnya fenomena anomali cuaca, juga pernah terjadi pada musim tanam tembakau tahun 2021 lalu. Namun kondisinya kala itu, tidak separah dengan tahun 2022 ini. (Musyafa Musa).