Rembang – Bagi masyarakat yang melintas di ruas jalan antara Perempatan Galonan menuju Pasar Penthungan atau sebaliknya pada malam hari, keberadaan Masjid Baiturrohim Desa Ketanggi, Rembang, Jawa Tengah sering menyedot perhatian. Pantauan udara menunjukkan, rona cahaya begitu mencolok, dibandingkan area sekitarnya.
Yah..Masjid ini memiliki tata cahaya lampu sangat keren, sehingga mengundang decak kagum dari siapapun yang melihatnya. Ternyata di balik pembangunan Masjid ini, terdapat sejumlah cerita menarik untuk disimak. Ikuti kisahnya dalam Cahaya Ramadhan.
Saya berjumpa dengan Ta’mir Masjid Baiturrohim Desa Ketanggi, Muhammad Sodiq, sekaligus salah satu Imam Masjid tersebut.
Sodiq menceritakan semula jemaah ingin membangun Masjid berbentuk minimalis. Namun karena menampung banyak usulan, sehingga konsep berubah menjadi minimalis campur klasik. Gambar bangunan Masjid dikerjakan oleh seorang arsitek dari Pandangan, Kragan, Rembang.
“Jadi ya akhirnya tidak minimalis murni, melainkan ada campuran klasiknya, “ kata Sodiq.
Pada awal pembangunan Masjid, panitia kala itu hanya mempunyai anggaran Rp 500 Juta. Sedangkan panitia tidak menarik iuran dari warga, apalagi turun ke jalan menggalang sumbangan. Tapi sifatnya hanya suka rela.
Rekap terbaru per tahun 2021, sudah menghabiskan anggaran lebih dari Rp 4 Miliar. Ia masih ingat betul, saat mulai merobohkan bangunan lama, panitia pembangunan Masjid sempat mendapatkan saran-saran dari seorang Kiai dari Magelang.
Intinya, selama pembangunan Masjid, sholat berjamaah jangan sampai putus, bagaimanapun kondisi Masjid.
“Bahkan ada yang waktu sholat, jemaah kehujanan, karena kondisi masih proses pembangunan. Ya kadang pindah pojok sana, kemudian geser ke pojok sini, pokoknya menyesuaikan lah, “ kenangnya.
Selain itu, Pak Kiai menyarankan jemaah untuk rutin membaca salah satu penggalan Surat Yasin, “Innama Amruhu Idza Arada Syaian An Yaqula Lahu Kun Fayakun”, yang artinya Sesungguhnya urusan-Nya apabila dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, jadilah, maka jadilah.
Ayat itu dibaca rutin seusai sholat berjamaah Maghrib dan Subuh, guna membantu dorongan spiritual, memperlancar pembangunan Masjid. Nyatanya memang banyak sekali donatur dari berbagai daerah yang datang menyumbang, dalam bentuk uang maupun barang. Masjid pun berdiri megah dalam tempo waktu 3 tahun, tidak menyangka akan jauh lebih cepat dari prediksi sebelumnya.
“Kami praktekkan itu, alhmadulilah kuasa Allah, diberi kelancaran. Jadi sumbangan nggak hanya dari warga Ketanggi saja, melainkan ada dari Sumber, Kaliori, Kudus, rata-rata warga yang lewat jalan sini, mampir. Ada yang waktu itu nyari saya kasih amplop isi Rp 20 Juta, katanya wasiat dari orang tuanya untuk nyumbang Masjid, “ beber Sodiq.
Lalu bagaimana dengan tata cahaya lampu gemerlap di Masjid Baiturrohim ?
Sodiq membenarkan daya listrik yang semula hanya 900 Volt Ampere, harus ditambah menjadi 5.500 VA, guna menunjang banyaknya lampu, terutama bagian eksterior.
Ia sendiri awalnya merasa kurang sreg, karena bisa dianggap sebagai pemborosan. Namun karena dengan tujuan syiar Islam menjadi prioritas utama, dirinya pun mendukung.
Apalagi pembayaran rekening listrik setiap bulan Masjid Baiturrohim, sudah ditanggung oleh seorang warga Desa Ketanggi. Angka tertinggi, pernah dalam 1 bulan rekening listrik mencapai Rp 1,5 Juta.
“Jadi warga yang menanggung rekening listrik ini sudah diniati untuk ibadah, muda-mudahan menjadi amal saya, begitu menyampaikan kepada kami, “ terangnya.
Saat bulan suci Ramadhan tiba, Masjid Baiturrohim Ketanggi diisi dengan beragam kegiatan. Malam hari seusai sholat tarawih, dilanjutkan tadarus Alqur’an sampai pukul 10 malam oleh remaja Masjid.
Sedangkan selepas sholat Subuh digelar pengajian kitab Irsyadul Ibad, kitab tentang petunjuk bagi seorang hamba, menuju jalan lurus.
Sore harinya, menjelang waktu berbuka puasa, juga dilangsungkan kajian kitab Durratun Nasihin, berisi kumpulan mutiara nasihat yang memuat kisah-kisah dan keutamaan dalam beribadah. Begitu memasuki waktu berbuka, jemaah bersama-sama menikmati takjil berupa 3 butir kurma dan air putih.
“Kegiatan semacam ini kami adakan rutin setiap tahun, “ pungkas Sodiq menyudahi. (Musyafa Musa).