Lasem – Bangunan di sebelah selatan Masjid Jami’ Lasem ini dianggap fenomenal, karena tergolong sangat langka di Indonesia. Yahh..namanya Museum Islam Nusantara. Mendekati pertengahan bulan Januari 2021 ini, bangunan tiga lantai tersebut masih proses penggarapan.
Yang cukup mencolok adalah lantai paling atas, karena seluruh jendelanya dipasang pahatan kayu jati berisi ayat-ayat kitab suci Alqur’an. Terdapat 271 daun jendela, masing-masing jendela 2 halaman bolak balik, sehingga totalnya 542 halaman.
Abdul Muid, Ketua Ta’mir Masjid Jami’ Lasem mengisahkan Museum Islam Nusantara dibangun sejak tahun 2019 silam. Khusus ukiran ayat-ayat Alqur’an, terhitung awal tahun 2021 selesai sekira 15 Juz, sedangkan 15 Juz lainnya masih dituntaskan.
Semula proses pembuatan memakai cara manual. Setiap lembar daun jendela butuh waktu rata-rata 12 hari. Karena lama dan sangat rumit, belakangan pengerjaan juga dibantu menggunakan mesin, supaya lebih cepat untuk mengejar target waktu.
“Yang 5 Juz digarap manual di Jepara, kemudian ini kita bagi ke beberapa pengrajin, akhirnya pakai mesin. Bedanya kalau pakai mesin halus rata permukaannya. Beda dengan pekerja manual, kayunya masih agak kasar, “ ungkapnya.
Dipilihnya ayat-ayat suci Alqur’an, karena pegangan hidup umat Islam yang layak diabadikan. Setidaknya ketika orang datang, melihat deretan jendela tersebut akan kembali ingat ajaran-ajaran kitab suci Alqur’an.
“Kalau hati sudah mblarak-mblarak (kemana-mana-Red), tahu jendela ini bisa untuk ngerem. Tujuan lain, tentu biar menjadi ikon di Lasem, “ imbuh Muid.
Ia mengisahkan pekerja tidak sembarangan selama membuat jendela. Mereka diwajibkan wudhlu sebelum mengukir. Ketika buang angin kentut misalnya, harus wudhlu lagi sebelum melanjutkan pekerjaan. Selain itu, pekerja sepakat tidak mengucapkan kata-kata jorok atau kotor. Mereka ingin benar-benar menjaga kesucian Alqur’an.
“Lha wong pernah ada yang bilang saru gitu, langsung ditegur rekannya, heh depanmu Alqur’an lho, sambil menunjuk pahatan kayu, “ kenangnya.
Abdul Muid menambahkan bentuk Museum Islam Nusantara menerapkan arsitek rumah gadang khas Minangkabau, Padang – Sumatera Barat, karena sejumlah tokoh ulama Lasem adalah keturunan Sultan Minangkabau (Mbah Jejeruk), salah satu murid Sunan Bonang.
Tapi pihaknya tidak melupakan Mbah Sambu, tokoh Lasem keturunan Jawa, putera Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang. Di tengah rumah gadang, berdiri rangka kayu bangunan Joglo, rumah khas Jawa Tengah.
“Memang banyak yang bertanya kenapa kok rumah gadang, ini terkait asal usul sejumlah ulama di Lasem. Mbah Ma’soem Almarhum dan cucunya Gus Zaim, ada Kiai Mansur Cholil Alm. punya putera Gus Qoyum, Mbah Masduki mempunyai garis keturunan Sultan Minangkabau. Jadi kita padukan budaya Padang dan Jawa, “ terang Muid.
Suatu ketika sejumlah tokoh dari Padang, Sumatera Barat singgah ke Masjid Jami’ Lasem. Begitu melihat rumah gadang dilengkapi jendela ayat Alqur’an, mereka terheran-heran, karena di tanah asli rumah gadang, belum ada bangunan seperti itu. Bahkan mereka langsung membantu dana untuk pengadaan jendela sebanyak 2 juz.
“Di Padang nggak ada yang kayak begini, akhirnya bilang sama saya ikut nyumbang 2 juz, “ pungkasnya.
Bangunan ini mendapatkan pasokan bantuan dari Pemerintah Provinsi Jawa Tengah Rp 2,5 Miliar. Karena ada penambahan lantai dari rencana semula, anggaran masih kurang. Apalagi untuk menyelesaikan jendela saja, ditaksir menelan Rp 1 Miliar.
Seorang pemerhati sejarah Lasem, Abdullah Hamid membenarkan di Palembang, Sumatera Selatan memang sudah berdiri Museum Alqur’an raksasa. Tapi di Lasem akan terasa berbeda, karena dikombinasikan dengan konsep Kota Pusaka Lasem dan Masjid Jami’ yang menjadi peninggalan penting penyebaran agama Islam pada abad ke-15.
“Di dalam Museum akan diisi sejumlah peninggalan, misalnya Mustoqo Masjid, kemudian ada temuan-temuan lain. Semoga ini bisa menambah khazanah keilmuan, “ ungkap Abdullah.
Tapi lebih dari itu, Abdullah sependapat sama-sama memiliki fungsi syi’ar agama Islam, agar membuncah ke seluruh pelosok negeri. (Musyafa Musa).