Beri Sarana Cuci Tangan Pedal Kaki, UGM Tularkan Kreativitas Kepada Warga
Kepala Desa Kadiwono, Ahmad Ridwan, Jum’at sore (24/07) mencoba sarana cuci tangan berkonsep pedal kaki, disaksikan Guru Besar UGM, Prof. Dr. Armaydi Armawi M.Si.
Kepala Desa Kadiwono, Ahmad Ridwan, Jum’at sore (24/07) mencoba sarana cuci tangan berkonsep pedal kaki, disaksikan Guru Besar UGM, Prof. Dr. Armaydi Armawi M.Si.

Bulu – Selama masa pandemi Covid-19, banyak bermunculan sarana cuci tangan di tempat umum. Namun mayoritas memakai sistem kran untuk mengeluarkan air, sehingga dianggap masih rentan penularan, karena sering dipegang bergantian.

Berbeda dengan tempat cuci tangan yang ada di Desa Kadiwono, Kecamatan Bulu, Kabupaten Rembang ini. Warga tidak perlu mengulir kran, namun cukup menginjak pedal dengan kaki, air dari tandon bisa langsung keluar.

Tempat cuci tangan modifikasi tersebut merupakan bantuan dari mahasiswa program studi ketahanan nasional sekolah pasca sarjana Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta yang mengakhiri kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Kadiwono Kecamatan Bulu, Jum’at sore (24 Juli 2020). Ada dua tempat cuci tangan sistem pedal yang dipasang di depan balai desa dan masjid Desa Kadiwono.

Kepala Desa Kadiwono Kecamatan Bulu, Ahmad Ridwan menganggap tempat cuci tangan semacam itu cocok dikembangkan pada masa new normal seperti sekarang, karena lebih higienis. Ia menyarankan apabila pemerintah ingin melakukan pengadaan tempat cuci tangan, bisa meniru model tersebut. Selain efektif mencegah penularan Covid-19, biayanya juga relatif terjangkau dan bisa menghemat air.

“Kedatangan rekan-rekan UGM ke desa kami, menularkan teknologi tepat guna dengan biaya kecil, namun tepat sasaran untuk pencegahan Covid-19. Jadi tangan kita steril, nggak perlu pegang-pegang kran. Tiap kali mahasiswa pasca sarjana ke Kadiwono, pasti memberikan ilmu baru, tapi mudah dipraktekkan bagi masyarakat di sini, “ ujar Ridwan.

Ketua program studi ketahanan nasional sekolah pasca sarjana UGM, Prof. Dr. Armaydi Armawi M.Si. saat sesi penutupan pengabdian masyarakat, mengajak masyarakat memanfaatkan dunia digital untuk pengembangan ekonomi, menuju desa mandiri.

“Sarana cuci tangan tadi misalnya. Itu bagian dari teknologi. Artinya masyarakat dalam mewujudkan kemandirian, harus cerdas berkreasi dan berinovasi. Jadi nggak jadi obyek, tapi warga bisa menciptakan. Kalau ada keuntungan, buat warga sendiri. Bukan malah untuk pihak ketiga, “ terang Armaydi.

Selama berada di Desa Kadiwono sejak hari Minggu (19/07) lalu, 12 orang mahasiswa pasca sarjana UGM melakukan serangkaian aktivitas. Mulai menanam pohon kelor sebagai sumber asupan gizi, kemudian pendampingan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), pelatihan mengurus sertifikasi halal bagi pelaku UMKM, pembuatan biopori dan ditutup dengan kegiatan pencegahan Covid-19. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan