Pamotan – Kericuhan terjadi di Balai Desa Sumberejo, Kecamatan Pamotan, Kabupaten Rembang. Warga merusak kursi balai desa hingga hancur berantakan. Diduga hal itu karena protes masalah data penerima bantuan sosial tunai (BST), untuk menanggulangi dampak Covid-19.
Kepala Desa Sumberejo, Kecamatan Pamotan, Mulyanto menjelaskan kericuhan ini bermula ketika akan berlangsung Musyawarah Desa (Musdes) Khusus membahas Bantuan Langsung Tunai (BLT) dari sumber dana desa, Sabtu pagi (16/05). Acara tersebut kebetulan belum dimulai, karena sesuai jadwal pukul 11.00 Wib.
Tiba-tiba sekira pukul 10.00 Wib, datang 6 orang warga, diantaranya Mino, Rizal, Narko, Taryono, Jikan, dan Yuli. Mereka mempertanyakan kenapa yang semula tercantum sebagai calon penerima Bansos Covid-19, justru belakangan ini dihapus dari data. Kala itu, ia bersama Sekretaris Desa dan perangkat yang menemui warga.
Pihak desa beralasan mereka termasuk kategori keluarga mampu, sehingga dinilai tidak berhak menerima Bansos. Bahkan keenamnya juga memiliki mobil, termasuk salah satunya berstatus sebagai pegawai negeri sipil (PNS). Pemerintah desa bersama tim relawan memutuskan mencoret warga mampu tersebut. Dari total 239 KK penerima BST Kemensos, yang dicoret sebanyak 34 KK.
“Jadi awalnya mereka terdata sebagai penerima Bantuan Sosial Tunai (BST) dari Kementerian Sosial, tapi oleh tim dihapus. Saya jelaskan Bansos ini untuk warga yang tidak mampu. Soalnya banyak penerima BST Kemensos, justru diluar data DTKS (data terpadu kesejahteraan sosial). Makanya kita seleksi lagi, agar tepat sasaran, “ tandasnya.
Warga menanyakan lagi kenapa masih ada KK lain yang kondisi ekonominya sejajar dengan mereka, tapi masih mendapatkan BST. Mulyanto menanggapi jika memang terjadi, ia mempersilahkan pada hari Selasa atau Rabu besok dibahas lagi melalui forum bersama di balai desa.
“Monggo kalau ada warga yang dianggap masih kaya kok dapat, silahkan ditunjuk saja lewat forum dengan tim relawan tingkat desa. Biar jelas. Saya tawarkan hari Selasa atau Rabu besok, kan harus cari waktu dulu, “ imbuh Kades.
Mulyanto menambahkan setelah itu warga yang datang, Rizal, seorang guru pegawai negeri sempat terlibat adu argumen dengan Sekretaris Desa Sumberejo. Ia merasa Rizal bernada tinggi saat menyampaikan pendapat, sehingga ditanggapi dengan nada tinggi pula oleh Sekdes.
Tak berselang lama, Mino membanting kursi. Mulyanto bereaksi dengan nada tinggi, karena Mino sudah merusak aset milik pemerintah desa. Sempat adu mulut sebentar, selanjutnya Mino dibawa menuju keluar balai desa.
“Saya tersinggung, aset desa kok dirusak. Saya bilang gini arep jadi jeger (jagoan-Red), arep dadi geng, wis jaduk kok wani mbanting kursi. Cemen kowe. Setahu saya yang membanting kursi hanya 1 orang, “ terang Mulyanto.
Kades menyerahkan kejadian itu kepada aparat kepolisian, untuk proses hukum lebih lanjut. Ia tidak masalah apabila masyarakat menanyakan bantuan sosial ke balai desa, pasti akan dijelaskan secara gamblang. Pada prinsipnya Pemdes Sumberejo ingin Bansos dampak Covid-19 harus benar-benar tepat sasaran.
“Ya ini buat pembelajaran kita bersama. Sudah sering saya bilang, kalau ada warga ingin tahu penerima Bansos, datang saja ke balai desa. Bisa dibicarakan baik-baik. Kuncinya, kami ingin biar bantuan tepat sasaran. Jangan malah orang kaya yang dicover, “ tandasnya.
Usai dari balai desa, kami sempat mendatangi rumah Mino, warga yang diduga membanting kursi. Tampak rumahnya cukup besar, terlihat di garasinya terdapat 2 unit dump truk.
Tapi kami belum bisa menemui Mino, untuk meminta tanggapan, karena tidak berada di rumah. Sang isteri yang menemui, enggan memberikan komentar atas peristiwa tersebut.
“Kulo nggeh boten ajrih, lha wong boten maling mawon. (Saya tidak takut, lha wong tidak mencuri saja,-Red), “ katanya singkat.
Kami kemudian menghubungi nomor telefon Mino. Dari sesi wawancara melalui sambungan telefon, Mino mengaku terpancing emosi, saat kepala desa berdiri dan bersuara dengan nada tinggi.
“Pimpinan saya tak ajak koordinasi kok emosional, saya jadi ikut emosional, “ tuturnya.
Ia sebatas ingin menanyakan siapa yang membuat berita acara perubahan daftar penerima BST, dari semula memperoleh, akhirnya tidak dapat. Termasuk meminta penjelasan, kategori warga mampu seperti apa.
“Lalu dijawab ini kekuasaan saya dan tim, wewenang saya. Itu yang bikin emosi. Saya nggak mbanting pak, tapi mukul kursi, “ ujar Mino.
Mino merasa dirinya berhak mendapatkan Bantuan Sosial Tunai (BST). Tapi jika kemudian tidak dapat, baginya tak masalah.
“Merasa berhak, lha wong pengusaha-pengusaha besar saja macet semua. Sudah saya cek di kantor pos, uangnya masih ada kok. Tapi kalau akhirnya nggak dapat bantuan, nggak apa-apa pak. Tapi warga kaya lainnya yang dapat, harus dicoret juga, biar adil, “ pungkasnya.
Disinggung kemungkinan ada mediasi dan berdamai dengan aparat desa Sumberejo, Mino menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Polres Rembang yang menangani peristiwa tersebut. (Musyafa Musa).