Berawal Dari Mengintip, Pria Keturunan Tionghoa Kini Jadi Pendakwah
Mohammad Ektono saat berdakwah. (Gambar atas) Ektono berbagi cerita di rumahnya Desa Plawangan, Kecamatan Kragan.
Mohammad Ektono saat berdakwah. (Gambar atas) Ektono berbagi cerita di rumahnya Desa Plawangan, Kecamatan Kragan.

Kragan – Kita ketemu lagi dalam program Jelajah Islam, yang mengangkat tentang tokoh dan tempat-tempat bersejarah. Perjalanan kami tiba di Desa Plawangan, Kecamatan Kragan. Di kampung ini terdapat kisah menarik, karena ada seorang keturunan Tionghoa yang masuk agama Islam, hingga akhirnya menjadi pendakwah. Seperti apa awal mula dan perjalanan hidupnya ?

Pria ini memiliki nama asli Ing Siong. Usianya sekarang menginjak 57 tahun. Ing Siong kecil hidup di tengah keluarga non muslim. Tapi dalam keseharian, sering bergaul dan bermain bersama teman-teman sebayanya yang muslim.

Dalam beberapa kali kesempatan, ketika rekan-rekannya sholat di Mushola, Ing Siong mengintip dari balik jendela luar Mushola. Entah kenapa, dirinya mulai tertarik dengan Islam. Saat ada peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW, Ing Siong juga ikut mendengarkan ceramah pengajian. Lama kelamaan rasa keingintahuannya semakin besar, kemudian ia dibimbing oleh tokoh ulama kala itu. Berkah petunjuk pun datang, mantaplah Ing Siong memeluk agama Islam pada tahun 1974 dan mengganti namanya dengan Mohammad Ektono.

“Tanpa disadari sedikit demi sedikit terjadi pembauran. Saya masih inget dulu itu ketika mauludan, anak-anak datang ingin dapat berkat atau bronjong. Saya ya ikut, “ ujarnya sambil terkekeh.

Ektono mengaku proses itu berjalan alami tanpa paksaan siapapun. Keluarga pada awalnya memang sempat menentang, tapi melihat kegigihan Ektono, belakangan orang tuanya mau memahami keputusan yang ia ambil. Seiring bergulirnya waktu, ia bahkan diminta tampil memberikan ceramah. Dari satu tempat, pindah ke tempat lain. Tidak hanya di Kabupaten Rembang, tetapi juga ke berbagai daerah. Berada di tengah masyarakat yang menerimanya, Ektono merasa Islam sangat bersahabat & toleran.

“Setelah berikrar masuk Islam, saya terus mendalami. Banyak kesempatan yang diberikan ke saya untuk tampil. Saya merasa bermanfaat dan itu suatu kenikmatan. Apalagi dawuh kiai saya, sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat, “ beber mubaligh yang merangkap sebagai guru SMP N I Kragan ini.

Mohammad Ektono menganggap datangnya bulan suci Ramadhan merupakan sarana untuk berlomba-lomba memperbanyak amalan ibadah. Selama sebulan penuh, dirinya sengaja tidak menerima undangan ceramah keluar daerah, karena ingin fokus beraktivitas di Masjid belakang rumahnya, di sebelah utara Pasar Pandangan, Kragan. Mulai dari sahur sampai berbuka, semua terpusat di Masjid tersebut. Ektono tidak hanya menyuarakan waktu Imsyak saat sahur melalui pengeras suara Masjid, tetapi juga rutin menyampaikan waktu menjelang berbuka puasa.

“Jadi sebelum buka pun, saya woro-woro lewat speaker Masjid, misalnya waktu berbuka kurang 20 menit, kurang 10 menit, kurang 5 menit, sampai thet waktu berbuka tiba. Kenapa seperti itu, biar masyarakat yang mendengar bisa siap-siap. Yang ibu-ibu menyiapkan menu buka, yang adik-adik, bapak-bapak kemungkinan masih di luar rumah, biar lekas pulang, “ imbuhnya.

Ektono ingin pada sisa umurnya, bisa lebih memakmurkan Masjid. Ia pun berulang kali bersyukur, dalam hidupnya dibukakan jalan menuju Islam yang memberikan kesejukan dan kedamaian. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan