

Lasem – Tokoh yang satu ini dikenal sebagai leluhur, cikal bakal ulama-ulama besar sejumlah pondok pesantren di Jawa Tengah maupun Jawa Timur. Pada masanya kala itu, ia sanggup mengembalikan keamanan Lasem dari gangguan berandalan perampok dan bromocorah yang sempat menghantui masyarakat. Siapa tokoh tersebut ? Jelajah Islam akan mengupasnya.
Namanya Sayyid Abdurrohman Basayaiban atau lebih dikenal dengan sebutan Mbah Sambu. Ada sejumlah versi yang meriwayatkan asal usul Mbah Sambu. Versi pertama, beliau merupakan putera Pangeran Benowo, sekaligus cucu Joko Tingkir atau Sultan Hadiwijaya, Raja Pajang.
Versi lain mengisahkan Mbah Sambu berasal dari Samarkand, atau sekarang lebih terkenal dengan Uzbekistan, sebagaimana asal Wali Songo pada umumnya.
Pemerhati budaya dari Padepokan Sambua Lasem, Abdullah Hamid menceritakan Mbah Sambu datang ke Lasem, karena permintaan Adipati Lasem, Tejakusuma I atau Mbah Srimpet, untuk membantu menyebarkan agama Islam. Apalagi wilayah kekuasanan Lasem saat itu tergolong cukup luas mencakup Pati, Jepara, Rembang, Tuban, bahkan sampai Sedayu Gresik, membutuhkan tokoh agama Islam yang mumpuni.
Selain itu, Lasem juga menghadapi gangguan keamanan yang meresahkan masyarakat. Ancaman para perompak membuat Adipati Lasem was-was. Sejumlah orang silih berganti dikerahkan, untuk membasmi, namun tak kunjung membuat Lasem aman. Hingga akhirnya datanglah Sayyid Abdurrohman atau Mbah Sambu. Berkat pengaruh dan tingginya ilmu kanuragan yang dimiliki, Mbah Sambu mampu mengatasi berbagai gangguan. Akhirnya wilayah Lasem menjadi tentram kembali.
Atas jasa tersebut, Adipati Lasem memberikan tanah perdikan kampung Kauman kepada Mbah Sambu. Tanah itulah yang kemudian didirikan Masjid Lasem dan masih berdiri sampai sekarang.
“Kondisi Lasem sedang tidak aman kala itu. Adipati Lasem mengadakan sayembara, ternyata tidak ada yang mampu. Adipati Lasem kemudian meminta Mbah Sambu datang ke Lasem, situasi pun berangsur-angsur pulih. Singkat cerita Mbah Sambu diberi tanah perdikan, untuk didirikan Masjid. Ya jadilah Masjid Lasem ini, “ kenangnya.
Mbah Sambu merupakan tokoh yang sangat giat menyebarkan agama Islam di daerah Lasem dan sekitarnya. Beliau wafat sekira tahun 1671. Ia meninggalkan banyak keturunan yang menjadi ulama-ulama besar di tanah Jawa. Bahkan pendiri Pondok Pesantren Tebu Ireng dan Tambak Beras di Jombang, Jawa Timur, kemudian Ponpes di Lasem maupun Pasuruan, merupakan keturunan Mbah Sambu. Tak heran jika Mbah Sambu dianggap sebagai leluhur ulama-ulama di Pulau Jawa.
Makamnya yang menyerupai kubah warna emas terletak di belakang Masjid Jami’ Lasem, memiliki arsitektur unik khas Samarkand. Ketika sejumlah jurnalis Rusia datang ke Masjid Jami’ Lasem, mereka membenarkan desain semacam itu identik dengan bangunan-bangunan di Uzbekistan.
“Para peziarah semakin ramai belakangan ini. Paling jauh ada yang dari Sumatera, Kalimantan, bahkan pernah dari Rusia. Mereka sempat tertegun juga ketika melihat desain makam Mbah Sambu, karena sama dengan bangunan di sana, “ imbuhnya.
Untuk mengenang jasa-jasa Mbah Sambu dalam mensyiarkan agama Islam, setahun sekali setiap tanggal 14 Dzulhijjah diadakan haul di Masjid Jami’ Lasem. Haul diisi dengan membaca tahlil dan khataman Alqur’an. (Musyafa Musa).