Rumitnya Menyelamatkan Mini DV Sampai Meja Redaksi, Refleksi Hari Pers Nasional (HPN) 2025
Handycam dan mini DV, saksi sejarah liputan longsor di Desa Gowak Kecamatan Lasem.
Handycam dan mini DV, saksi sejarah liputan longsor di Desa Gowak Kecamatan Lasem.

Rembang – Pagi itu, 28 Januari 2006, sekira pukul 03.00 dini hari atau 19 tahun silam, suasana Desa Gowak Kecamatan Lasem yang biasanya sunyi, karena berada di atas perbukitan, semakin mencekam.

Sebuah bukit longsor dan menimpa rumah warga, akibat hujan deras sejak sore hari. Empat orang penduduk setempat meninggal dunia tertimbun tanah longsor. Hari naas yang tidak akan pernah dilupakan oleh masyarakat Desa Gowak.

Hari itu pula yang selalu saya kenang, karena merupakan hari pertama saya meliput untuk RCTI.

Seusai Subuh, saya bergerak menuju lokasi kejadian. Hujan gerimis masih terus mengguyur, dari Rembang sampai Desa Gowak. Proses evakuasi korban menunggu pagi tiba.

“Kondisi kerusakan TKP sangat parah,” kata Mulyono, seorang petugas SAR kala itu.

Proses pengambilan gambar, masih menggunakan handycam Sony DCR HC21, dengan kaset mini DV yang saya beli dari Toko Elektronik Irama Jaya.

Selesai mengambil gambar, proses rumit ini yang mungkin menjadi bagian sejarah dari sekelumit kisah wartawan menyelamatkan kaset mini DV.

Saya buru-buru tancap gas ke Terminal Rembang, untuk menitipkan kaset mini DV kepada seorang kondektur bus jurusan Semarang-Surabaya.

“Nitip ini ya pak, nanti ada rekan yang akan mengambilnya di Terminal Terboyo Semarang,” pesanku kepada pak kondektur Bus Indonesia, sambil menyodorkan kaset mini DV dan ongkos setara 1 penumpang.

Tak lupa nomor HP kondektur saya minta, untuk memudahkan komunikasi. Sekaligus nomor tersebut, saya berikan kepada rekan di Semarang, yang akan menjemput kaset mini DV.

Soalnya kalau menggunakan jasa travel, harus menunggu agak sore hari, sehingga dari sisi kecepatan waktu, kurang efektif.

Sekira jam 13.00 Wib, rekan saya di Semarang sudah berkirim pesan pendek SMS mengabarkan bahwa sudah bertemu kondektur bus dan mengambil kaset mini DV.

“Lega rasanya, karena itu hasil liputan TV yang pertama,” gumamku dalam hati.

Ternyata tak berhenti sampai di situ. Rekan di Semarang selanjutnya menitipkan kaset mini DV ke sebuah jasa cargo, agar bisa terbang dari Semarang ke Bandara Soekarno Hatta Jakarta.

Sesampainya di Jakarta, kaset mini DV baru diantar ke bagian redaksi untuk diolah menjadi tayangan berita di televisi.

“Kalau proses lancar, butuh waktu 2 – 3 hari, pengiriman materi dari daerah, baru bisa ditayangkan,” ujar seorang koordinator liputan.

Pakai Internet

Memasuki era tahun 2010 an, pengiriman gambar hasil liputan dengan memanfaatkan internet mulai diterapkan.

Relatif lebih mudah, meski kecepatan internet tidak segarang sekarang.

“Habis liputan, kita edit gambar sendiri pakai komputer PC. Setelah itu dikirim pakai internet-nya Telkom. Ya tentu saja agak lama, sehingga harus ekstra sabar. Kadang di tengah jalan, jaringan putus. Ngulang lagi dari awal, sudah biasa,” begitulah obrolan-obrolan yang kerap muncul di kalangan wartawan TV.

Program berita menjadi salah satu primadona. Maklum, pada tahun tersebut, televisi masih merasakan puncak kejayaan dari para pemirsa-nya.

Sekarang, perkembangan teknologi begitu cepat. Dulu, pengambilan gambar dengan kamera-kamera besar, kini sudah cukup memakai HP android.

Beragam microphone tinggal pilih, sesuai selera dan kekuatan kantong. Peristiwa yang terjadi pada detik ini pun, bisa langsung disiarkan live, tanpa bersusah payah nitip kaset kepada kondektur bus.

Tapi di sisi lain, minat masyarakat sudah mulai bergeser, dengan adanya trend media sosial (Medsos). Dampaknya, masyarakat yang mengakses media-media konvensional, seperti televisi, koran, radio cenderung semakin menurun.

Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Jawa Tengah, Amir Machmud pernah mengingatkan kepada saya, betapa pentingnya konvergensi media, dengan cara media melakukan integrasi melalui digitalisasi.

“Banyak media yang bergerak cepat, sehingga bisa segera beradaptasi dengan konvergensi, termasuk serba serbi media sosial. Meski tantangan tetap selalu ada. Tapi media yang lambat mengikuti irama perkembangan, akan semakin ditinggalkan. Bagaimana wartawan dan media mengikuti alur keinginan masyarakat, itu yang harus diperhatikan. Tanpa meninggalkan semangat fungsi pers sebagai media informasi, pendidikan, hiburan dan kontrol sosial,” tandasnya.

Selamat Hari Pers Nasional, 09 Februari 2025. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan