

Rembang – Peristiwa anarkhis yang terjadi di usaha tambang batu kapur milik pengusaha China, PT Kapur Rembang Indonesia (KRI) menjadi potret ironis kekayaan alam Kabupaten Rembang yang digerogoti pihak asing.
Tapi ujung-ujungnya masyarakat sekitar menjadi pihak yang dirugikan, karena kegiatan pabrik membuat warga terganggu.
Raman, seorang warga Dusun Kembang Desa Jurangjero Kecamatan Bogorejo Kabupaten Blora mengatakan posisi PT KRI memang berada di wilayah Dusun Wuni Desa Kajar Kecamatan Gunem Kabupaten Rembang.
Namun berdekatan dengan kampungnya, sehingga ketika pembakaran batu kapur memakai batubara, kepulan asap masuk ke Dusun Kembang.
“Kami terganggu pak, baunya sangat tidak enak, seperti belerang. Kadang membuat sesak nafas juga,” ungkapnya.
Raman menimpali sudah mengadukan masalah ini ke Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Rembang dan Blora, serta melapor ke Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK).
“Kita berjuang kesana kemari, demi ketenangan dan kenyamanan hidup kami, di kampung kita sendiri yang sudah kami diami sejak puluhan tahun silam,” imbuh Raman.
Peristiwa anarkhis sejatinya tidak perlu terjadi, apabila keluhan masyarakat dapat ditanggapi pengusaha China dengan baik.
Malam itu, Rabu (13/11), warga ingin supaya blower pembakaran batu kapur dikecilkan, supaya asapnya tidak terlalu mengganggu. Situasi memanas, hingga pengusaha China membawa gunting dan melukai penduduk setempat.
Kendala bahasa diduga juga membuat situasi kian sulit dikendalikan.
“Kejadian itu membuat masyarakat yang lain ikut tersinggung, akhirnya terjadi peristiwa pengrusakan. Pemerintah sudah tahu apa yang menjadi keluh kesah kami selama ini,” terangnya.
Belum Boleh Beroperasi
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Rembang, Ika Himawan Affandi menyatakan keluhan masyarakat Dusun Kembang sudah ditindaklanjuti dengan penyegelan PT KRI oleh Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan, karena izinnya belum beres.
“Yang sudah turun izinnya baru izin Rintek dan Pertek. KRI diperbolehkan membuka segel untuk melakukan uji coba mesin (trial). Setelah itu ditutup lagi, karena persetujuan lingkungannya belum beres. Pada intinya, belum boleh beroperasi,” tandas Ika.
Ika menambahkan saat siang hari pihaknya pernah bertandang kesana, terlihat pabrik tidak beroperasi.
Tapi ia menerima laporan dari penduduk sekitar bahwa pabrik beroperasi pada malam hari.
“Malam hari pak, jadi kesannya seperti nyuri-nyuri waktu gitu,” imbuh Ika mengutip keterangan warga.
Sementara itu, Camat Gunem, Kastari mengingatkan warganya di Dusun Wuni Desa Kajar Kecamatan Gunem, untuk tidak ikut-ikutan main hakim sendiri.
Kalau ada keluhan gangguan, ia berharap masyarakat bisa mengadu secara prosedural.
“Dampak lingkungan sudah pernah kami dengar, kami Forkopincam Gunem mengimbau masyarakat menjaga kondusivitas wilayah,” terangnya.
Pengacara perusahaan PT KRI, Abdul Mun’im beralasan kliennya masih tahap uji coba mesin, bukan berproduksi.
“Ini yang mungkin menjadikan salah paham. Klien kami juga mengakomodir kepentingan masyarakat, dengan mempekerjakan penduduk sekitar,” kata Mun’im.
Mun’im menimpali pihaknya menyerahkan sepenuhnya penanganan kepada pihak kepolisian.
Sebagaimana diberitakan, amuk massa terjadi di kantor PT KRI. Warga dari Dusun Kembang Desa Jurang Jero Blora diduga merusak kantor, kendaraan dan eskavator milik PT KRI.
Hal itu menyusul dua warga Dusun Kembang terluka akibat terkena gunting yang dibawa pengusaha China.
Pasca tindak anarkhis, 5 orang dari PT KRI mengalami luka-luka, diantaranya Chen Gvo Bin (58 tahun), Yuang Tiang Giang (52 tahun), Lu Ke Wei (65 tahun), Xu Hai Jun (45 tahun) dan Chen Qi (53 tahun). Mereka menjalani perawatan di Rumah Sakit Tuban Jawa Timur. (Musyafa Musa).