

Rembang – Para siswa lulusan SMP/MTS sejumlah kecamatan di Kabupaten Rembang, menghadapi kendala ketika ingin melanjutkan ke sekolah negeri.
Hal itu terjadi karena di wilayah kecamatan mereka belum ada SMA/SMK Negeri, seperti Kecamatan Sluke, Sarang, Bulu dan Kecamatan Pancur.
Padahal jalur penerimaan peserta didik baru (PPDB), kuota paling besar menggunakan sistem zonasi.
Di Kecamatan Sluke misalnya. Ratusan lulusan dihasilkan oleh SMP/MTS dari wilayah tersebut setiap tahun. Sesuai zonasi, mereka bisa masuk ke SMA N I Lasem, namun kuotanya sangat terbatas.
Kepala SMA N I Lasem, Juhartutik menjelaskan dari kuota 55 % jalur zonasi, 12 % diantaranya untuk siswa baru dari Kecamatan Sluke atau setara 48 anak.
Sedangkan yang mendaftar lewat jalur prestasi (berdasarkan nilai raport dan kejuaraan) terdapat 12 anak, sehingga totalnya 60 siswa baru.
Menurutnya masih kurang, karena belum sebanding dengan jumlah lulusan SMP/MTS dari Kecamatan Sluke.
“Kita menyebutnya Kecamatan Sluke zonasi khusus, karena belum ada SMA/SMK negeri. Kalau alokasi segitu ya memang masih kurang. Soalnya untuk jalur prestasi kuota 20 %, diperebutkan bebas. Siswa dari luar kecamatan, luar kabupaten bahkan luar provinsi pun boleh,” terangnya, Selasa (16 Juli 2024).
Juhartutik menambahkan solusi kedepan tetap harus menambah ruang kelas baru. Saat ini, pihaknya menyediakan 11 rombongan belajar (Rombel), dengan total daya tampung 396 siswa baru.
Targetnya, setiap tahun bisa menambah 1 rombongan belajar.
“Semula 10 Rombel, tahun ini jadi 11. Kalau total semua, kita dibatasi maksimal 36 Rombel, sekarang ada 32 Rombel, akan kita upayakan maksimal. Cuman ini dana masyarakat belum boleh untuk nambah ruang kelas. Kita ajukan ke provinsi. Kalau Rombelnya tambah, otomatis kuota 12 % bagi siswa dari Kecamatan Sluke juga akan nambah,” imbuh Juhartutik.
Sering Terima Keluhan
Anggota DPRD Rembang dari Kecamatan Sluke, Gunasih khawatir kondisi ini akan meningkatkan jumlah anak tidak sekolah (ATS), terutama dari lulusan SMP/MTS yang tinggal di pelosok pedesaan.
Kalau mereka harus sekolah swasta ke Lasem atau Rembang, terkendala biaya semakin berat. Ia membenarkan sering menerima keluhan tersebut.
“Terus terang di warga kami, banyak nggak bisa melanjutkan sekolah ke tingkat SMA. Zonasi nggak sampai, prestasi tidak dapat, afirmasi juga tidak. Anak-anak yang tinggalnya di pelosok desa, akhirnya mondok. Tapi kalau biayanya masih besar, keluarga yang ekonomi pas-pasan, ya berhenti, mau gimana lagi, susah kita ini,” ungkapnya.
Gunasih mendesak pemerintah mencarikan solusi. Jangka pendek, dengan menambah ruang kelas di sekolah SMA/SMK negeri terdekat, sedangkan jangka panjang idealnya setiap kecamatan memiliki sekolah negeri.
“Kalau belum bisa bangun sekolah baru, ya nambah ruang kelas baru. Kita ingin masalah ini jadi perhatian serius di Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) provinsi, karena urusan sekolah SMA sederajat kewenangan provinsi. Dampaknya sangat terasa. Sama-sama warga negara, tapi terkesan dibeda-bedakan,” imbuh Gunasih.
Sementara itu, untuk lulusan SMP sederajat dari Kecamatan Sarang, bisa dicover SMA N I Kragan atau SMK N Sedan, kemudian Kecamatan Bulu masuk ke SMA N I Sulang, sedangkan anak-anak dari Kecamatan Pancur dimasukkan zonasi khusus SMA N I Pamotan.
Itu pun kondisinya masih sama, karena kuota sangat terbatas. (Musyafa Musa).