Bandung – Sempat ditentang oleh keluarga, karena menganggap memiliki pekerjaan tidak jelas, namun Agung Dwi Pratama, seorang warga Toili, Kabupaten Banggai, Sulawesi Tengah akhirnya berhasil membuktikan kerja kerasnya mengembangkan maggot (belatung/larva).
Pria berusia 29 tahun lulusan Teknik Elektro Universitas Tadulako Palu ini, mengaku penolakan pertama berasal dari keluarganya sendiri, termasuk orang tua dan isteri.
“Ijazahmu itu lho mau dipakai apa, malah sekarang ngurusi yang nggak jelas. Mbok ya ngurusi yang jelas-jelas saja,” ujar Agung Dwi Pratama mengisahkan awal mula membudidayakan Maggot, saat menjadi tamu local Hero pada acara Media Gathering Regional Indonesia Timur Subholding Upstream Pertamina di Bandung, Jawa Barat, Senin (03 Juni 2024).
Namun kondisi itu tak membuatnya patah semangat. Ia terus bergerak, sampai kemudian mendapatkan dukungan dari banyak pihak.
“Teman-teman yang dulu sempat pergi meninggalkan, satu per satu mulai datang, pengin gabung lagi. Saya buktikan dulu, kalau nggak ada bukti, orang nggak akan percaya,” ungkapnya.
Agung Dwi Pratama mengisahkan sebelum mengenal Maggot, pakan ternak konsentrat di daerah Toili sangat susah, sehingga ia berusaha mencari alternatif.
Dari hasil menjelajah internet, Agung akhirnya memutuskan membudidayakan Maggot black soldier fly (BSF), melalui metamorfosis menjadi lalat dewasa, sejak tahun 2021. Usahanya tersebut dinamakan BSF Gen Toili.
“Saya perlu tim untuk sama-sama bangun misi. Baru berjalan 1 tahun, bangunan untuk budidaya mau roboh. Kami ajukan proposal kemana-mana, berjodohnya ke Pertamina. Setelah itu, usaha kami semakin berkembang,” kata Agung.
Menurutnya, pengembangan Maggot sempat terkendala oleh sulitnya memperoleh pasokan sampah.
Kebiasaan masyarakat sering membakar sampah atau membuang ke sungai, membuat dirinya harus menggencarkan edukasi.
“Saya datang ke sekolah-sekolah memberikan edukasi pengelolaan sampah organik, kemudian saya libatkan ibu-ibu untuk pemanfaatan sampah sebagai daya dukung budidaya Maggot,” terangnya.
Usaha Turunan
Maggot BSF Gen Toili tak hanya dijual, tetapi sebagian juga digunakan untuk menunjang beragam usaha turunan yang mereka kelola.
Diantaranya budidaya ayam kampung, burung puyuh, ikan nila, budidaya lobster air tawar, palawija dan hortikultura.
“Dengan maggot ini mampu menekan biaya produksi hingga 50 %. Saya merasa pangsa pasar pertanian dan peternakan lebih menarik. Di sini punya potensi besar untuk dikembangkan. Dari 5 orang, kini sudah 15 orang yang bergabung,” pungkas Agung.
Sementara itu, Arya Dwi Paramita, Sekretaris Perusahaan PT Pertamina Hulu Energi (PHE) menyampaikan pihaknya tertarik memberikan pendampingan, apabila usaha masyarakat tersebut mampu meningkatkan pemberdayaan di lingkungan sekitar.
“Selain mas Agung yang mengembangkan Maggot, di Media Gathering ini juga hadir dua local hero lainnya, yakni Bu Tatik yang mengembangkan UMKM batik kembang sambiloto dari Kabupaten Bojonegoro dan pak Sutomo dari Kabupaten Gresik sebagai pelopor desa wisata edukasi. Beliau bertiga memberikan banyak inspirasi untuk kita semua,” kata Arya. (Musyafa Rembang).