Rembang – Wacana pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) tetap akan menjadi pilihan PLN, pada masa mendatang.
Muhammad Reza, Direktur Pengembangan Bisnis Dan Niaga PT PLN Nusantara Power menyampaikan hal itu, saat Safari Ramadhan di Unit Pembangkitan Rembang, Rabu petang (20/03).
Reza membandingkan dengan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang membutuhkan lahan sangat luas.
Untuk kapasitas 10 Mega Watt di Ibu Kota Nusantara (IKN), butuh lahan pembangkit 10 hektar, itupun hanya untuk operasional 4 jam. Kalau butuh 24 jam, maka memerlukan lahan setidaknya 60 hektar.
“Untuk 730 Mega Watt, kita butuh 720 hektar. Jadi memang tidak mungkin semuanya pakai PLTS. Makanya kita butuh PLTN, minimal 10 tahun lagi, PLTN nya akan lebih safety buat kita,” tuturnya.
Sedangkan sumber daya manusia (SDM) yang mengoperasikan PLTN, bisa saja mengoptimalkan tenaga yang ada sekarang.
“Yang mengerjakan PLTN siapa, bisa orang yang nggak punya pengalaman sama sekali atau ibu bapak yang punya pengalaman PLTU. Mana yang lebih dekat, ibu bapak kan. Sama kayak mobil, meskipun mobil listrik katanya berbeda dengan mobil bensin, kan rodanya tetap 4,” imbuh Reza.
Kapan PLTU pensiun
Terkait keberadaan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), apakah sudah layak dipensiunkan, Reza menambahkan perlu ada perpanjangan waktu.
Tapi harus dimodifikasi lebih hijau, sehingga tidak melulu mengandalkan bahan bakar batubara. (bahan bakar batubara dianggap memicu polusi udara-Red).
Misalnya ada inovasi PLTU digabung dengan bahan bakar biomassa atau dengan kombinasi tenaga surya.
“Cara memperpanjang, kita buat lebih hijau. Dengan sedikit dimodifikasi memanfaatkan bahan bakar biomassa (bahan organik yang diperoleh dari tanaman-red). Cara lain digabung dengan PLTS, atap-atap PLTU kita pasang PLTS. Jadi tidak melulu batubara. Katakanlah usia PLTU 10 tahun, bisa diperpanjang 12 tahunkah atau 13 tahunkah,” terangnya.
Ia mendorong kepada para pegawai memiliki pola pikir seolah-olah PLTU akan beroperasi selamanya. Yang terpenting mewujudkan PLTU seefisien mungkin dan menekan sekecil-kecilnya dampak gangguan. (Musyafa Musa).