Catatan Petugas Haji (12) : Saling Belajar Bahasa Dari Negara Lain, Karena Sering Bertugas Bareng
Saya dari Indonesia dengan ciri khas rompi hitam, bersama petugas haji dari negara lain berada di pelataran depan WC 3, saat musim haji 2023.
Saya dari Indonesia dengan ciri khas rompi hitam, bersama petugas haji dari negara lain berada di pelataran depan WC 3, saat musim haji 2023.

Makkah – Menjadi petugas haji di Sektor Khusus (Seksus) Masjidil Haram Mekkah, sangat memungkinkan saya bertemu dengan petugas haji dari negara lain, karena hampir tiap hari kita bertugas di pos yang sama.

Salah satunya di pelataran depan WC 3 yang merupakan lokasi teramai para jemaah, untuk keluar masuk ke area Ka’bah.

Mulai dari petugas haji Malaysia, Mesir, Pakistan hingga India.

“Assalamualaikum,” ucap seorang petugas haji dari Malaysia menyapa, spontan langsung saya jawab.

Tak jarang petugas haji dari negara lain melambai-lambaikan tangannya  memanggil saya, karena kebetulan ia mengetahui ada jemaah haji Indonesia yang kebingungan tidak tahu arah jalan menuju terminal bus.

Begitu pula sebaliknya, ketika ada jemaah haji asal India misalnya, bertanya kepada saya dengan bahasa India, saya pun tidak sungkan menarik tangan petugas haji dari India, untuk segera memberikan bantuan.

Peristiwa semacam itu termasuk sering terjadi, sampai saya terbersit ide ingin belajar Bahasa India, sebatas untuk kalimat-kalimat penting.

Di satu siang ketika saya duduk di pelataran Masjidil Haram, datanglah petugas haji India, Mohammad Khaleme namanya.

Kita berdua kebetulan sudah cukup akrab, karena seringnya berjumpa di lokasi yang sama. Bahkan bertukar makanan atau minuman sudah biasa, termasuk saling tukar nomor HP.

Dalam obrolan santai itu, dengan menggunakan Bahasa Inggris saya bertanya apa panggilan bapak atau ibu bagi orang India.

Khaleme menjawab untuk paman adalah Chacha, sedangkan bibi Chachi, karena jemaah haji India, mayoritas sudah berusia di atas 50 tahun.

Ketika ada jemaah pria muda India, saya coba panggil Chacha, ia buru-buru langsung menegur saya.

“No No,” dengan menggeleng-gelengkan kepala. Akhirnya saya pun memahami sapaan Chacha dan Chachi, hanya untuk sekelas paman dan bibi.

Lalu saya bertanya lagi, bagaimana kalau mempersilahkan duduk. Maklum, jemaah haji biasanya di sekitar Masjidil Haram kecapekan dan mencari tempat duduk lipat yang memang banyak tersedia di pinggir jalan.

Khaleme menjawab “Krpaya Baithie,” tuturnya tersenyum.

Begitu ada jemaah India melintas, saya mempersilahkan duduk dengan bahasa India, spontan ia menjawab “dhanyavaad (terima kasih)”.

“Sukses, berhasil,” begitu pikirku senang.

Mohammad Khaleme akhirnya juga ikut-ikutan. Ia ingin mencoba bertanya nama, kepada salah satu jemaah Indonesia.

Saya bilang, siapa namamu ?? Ternyata orang India sulit menghilangkan ucapan Ya.

Berulang kali menghafal “siapa namamu”, tiap kali Khaleme mempraktekkkan langsung bertanya, “siapa ya namamu ??, siapa ya namamu”. Saya pun geli melihat semangatnya belajar Bahasa Indonesia.

Nah..setelah tulisan ini, saya akan kisahkan fasilitas transportasi bus gratis selama musim haji di tanah suci. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan