Penting!!! Ini Unek-Unek Pemeluk Agama Konghucu, Saat Bertemu Jajaran Kemenag
Pemeluk agama Konghucu keluar ruangan usai kegiatan, Selasa sore. (Insert) Pembimbing agama Konghucu di Lasem, Haryanti saat menyampaikan unek-uneknya kepada jajaran Kemenag.
Pemeluk agama Konghucu keluar ruangan usai kegiatan, Selasa sore. (Insert) Pembimbing agama Konghucu di Lasem, Haryanti saat menyampaikan unek-uneknya kepada jajaran Kemenag.

Rembang – Anak-anak penganut agama Konghucu di bangku sekolah formal, masih banyak yang belum mendapatkan pendidikan agama sesuai keyakinan mereka.

Haryanti, pembimbing umat Konghucu di Lasem menyampaikan masalah tersebut untuk menanggapi pertanyaan wartawan, ketika berlangsung forum moderasi beragama bertajuk “Kehadiran Negara Dalam Melayani Umat” di gedung serba guna klentheng Hok Tik Bio Sumberjo, Rembang, Selasa sore (28/11).

Ia mencontohkan di Lasem, belum ada pendidikan agama Konghucu yang masuk sekolah, karena kendala tidak adanya pengasuh atau pengajar.

“Dari TK sampai SMA, belum ada. Jadi anak-anak kami yang di sekolah kristen, mengikuti pendidikan agama Kristen, yang di sekolah Katholik mengikuti pendidikan agama Katholik,” tuturnya.

Haryanti menambahkan dulu sebelum orde baru, di SD Wijaya Kusuma Lasem pernah ada pendidikan agama Konghucu. Namun tidak berlangsung lama, karena tekanan-tekanan dari pemerintah orde baru.

“Pengajarnya dari Solo, cuma berjalan berapa tahun, kemudian terhenti, karena tekanan-tekanan. Muridnya ya nggak berani. Setelah itu, sudah nggak ada lagi,” imbuh Haryanti.

Juru Bicara Kementerian Agama RI, Anna Hasbie mengakui kekurangan tenaga guru agama Konghucu. Namun hal itu akan terus dikejar oleh Kemenag, melalui pemetaan daerah.

“Konghucu ini kan sudah ada lama, tapi diakui sebagai agama di Indonesia baru tahun 2000 an. Soal keterbatasan guru, sebenarnya tidak hanya terjadi pada Konghucu saja. Misal daerah yang mayoritas Kristen, kekurangan guru agama Islam. Begitu pula yang mayoritas Islam, kekurangan agama Kristen,” beber Anna yang hadir dalam kegiatan tersebut.

Kepala Pusat Bimbingan Konghucu Sekretariat Jenderal Kementerian Agama RI, Susari memperinci di Indonesia baru ada 178 orang guru agama Konghucu.

“Dengan kekuatan 178 guru, masih belum bisa memenuhi keseluruhan. Untuk menjadi guru tersertifikasi ada 2 syarat, yakni memenuhi kualifikasi pendidikan S 1 agama Konghucu dan memiliki sertifikat pendidik. Nah, ini yang kami kejar,” tandasnya.

Susari menimpali langkah yang ditempuh dengan percepatan kuliah guru Konghucu S 1, yang semula 4 tahun menjadi 3 tahun.

“Ini seperti yang kami lakukan di Sekolah Tinggi Konghucu di Purwokerto, kami memberikan penguatan, sehingga bisa dikejar 3 tahun. Meski sekolah tersebut sekolah swasta. Kami bantu beasiswa maupun sarana pra sarana,” kata Susari.

Selain itu, pihaknya juga mendorong berdirinya sekolah tinggi Konghucu negeri, sehingga akan memperbanyak calon-calon tenaga guru.

“Muda-mudahan tahun ini atau tahun depan bisa terealisasi,” imbuhnya.

Sementara itu, Kepala Kementerian Agama Kabupaten Rembang, Moh. Mukson menyarankan kalau siswa beragama Konghucu tersebar di sejumlah sekolah, bisa difasilitasi melalui sekolah Minggu.

Nanti ia siap membuatkan SK untuk tenaga pengajar, sedangkan insentifnya akan diusulkan kepada Kementerian Agama RI.

“Dikumpulkan di satu tempat, nanti pengajarnya akan di SK kan oleh Kepala Kantor Kemenag. Insentifnya kita usulkan ke pusat. Mumpung beliau-beliau dari Kemenag hadir di sini dan tadi beliau menyanggupi,” terang Muhson.

Sebagai gambaran, jumlah umat Konghucu di Indonesia sekira 74 Ribuan orang. Paling banyak berada di Provinsi Bangka Belitung, disusul Kalimantan Barat.

Di Provinsi Jawa Tengah ada 3.960 orang pemeluk agama Konghucu, dengan persentase 0,01 %. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan