

Rembang – Sejumlah pihak yang mengklaim melakukan pendampingan kegiatan perhutanan sosial di Kabupaten Rembang, ternyata belum mengantongi izin resmi atau semacam surat tugas dari otoritas berwenang.
Ismartoyo, Kepala Sub Seksi (KSS) Kemitraan Produktif Kesatuan Pemangkuan Hutan (KPH) Mantingan mengaku sempat melakukan kroscek dengan seseorang dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang konon melakukan pendampingan.
Setelah ditelusuri, tidak ada dokumen tertulis yang mengarah pada legalitas sah, sehingga terindikasi kuat sebagai tindakan ilegal. Maka apabila sampai terjadi pungutan, hal itu sangat tidak dibenarkan.
“Mereka bilang ada izin, tapi setelah kita cek, nggak ada surat rekomendasi atau surat tugas untuk melakukan pendampingan dari pihak berwenang, dalam hal ini KLHK maupun Pokja, “ tuturnya.
Apalagi masalah perhutanan sosial menjadi ranah Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan (KLHK), yang nantinya ditindaklanjuti ke tingkat provinsi dan kabupaten, melalui pembentukan kelompok kerja (Pokja), gabungan dari berbagai institusi. Pokja inilah yang berwenang menangani kegiatan perhutanan sosial.
“Pokja di tingkat kabupaten saja belum ada. Pokja ada SK nya dari Gubernur di tingkat provinsi, Bupati di tingkat kabupaten. Pokja gabungan dari banyak pihak, misal cabang dinas kehutanan (CDK), Perhutani, ada pemerintah desa dan lain-lain, “ kata Ismartoyo.
Ismartoyo meluruskan isyu bahwa lahan hutan bisa disertifikatkan dan menjadi hak milik, tidaklah benar. Namun sifatnya pengelolaan lahan selama 35 tahun, dengan syarat ditanami tanaman semusim, buah-buahan maupun tanaman kehutanan.
Diduga masyarakat tidak utuh menerima informasi, sehingga terjadi kesalahpahaman.
“Testimoni dari masyarakat memang berpikirnya seperti itu. Padahal bukan hak milik, tapi pengelolaan. Itupun ada syarat-syarat pola tanam yang jelas, nggak bisa sembarangan, “ terangnya.
Dihubungi terpisah, Kepala Desa Dadapan Kecamatan Sedan, Zuber Utsman membenarkan isyu lahan hutan bisa disertifikatkan memang santer terdengar dan langsung memancing daya tarik masyarakat.
“Siapa yang nggak tertarik, lha wong menggiurkan begitu, “ ungkapnya.
Untuk mengantisipasi hal-hal tidak diinginkan, pihaknya yang juga mengurusi Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) sudah mengumpulkan warga utamanya para pesanggem penggarap persil, untuk hati-hati menerima informasi.
“Kita kumpulkan masyarakat, harus waspada terhadap informasi yang belum jelas kebenarannya. Memang iya, tahunya warga bagi-bagi sertifikat. Kalau yang sudah jalan sekarang kan warga garap lahan persil Perhutani. Kalau ada hasil, baru bagi hasil, “ bebernya.
Sebelumnya diberitakan, isyu lahan hutan bisa menjadi hak milik semakin menyebar belakangan ini.
Bahkan banyak yang sudah menyetor uang ke oknum-oknum tertentu, dengan nilai ratusan ribu hingga jutaan rupiah, untuk bisa memperoleh izin.
Padahal sampai sekarang belum ada petunjuk tekhnis pelaksanaan, kapan program tersebut akan dimulai di Kabupaten Rembang. (Musyafa Musa).