Rembang – Ada sejumlah kalangan yang berpotensi melakukan praktek politik uang ketika berlangsung pemilihan kepala daerah maupun Pemilu.
Amin Fauzi, Komisioner Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Rembang membeberkan masalah tersebut, ketika Sosialisasi Pengawasan Partisipatif dengan tema Politik Uang Dalam Suksesi Kepemimpinan, di Hotel Pollos Rembang, hari Kamis (15 September 2022).
Amin mengungkapkan tidak hanya partai politik maupun calon yang berpotensi menyogok pemilih, tapi kalangan pemodal besar yang mempunyai kepentingan terhadap jadinya calon tertentu, juga rentan melakukan tindakan serupa.
“Pemilik modal yang punya kepentingan kepada kepala daerah dan pejabat sekitar, sehingga ia berani menanamkan uangnya untuk kemenangan, berharap kelak ia mendapatkan akses-akses lain dari calon yang terpilih, “ ungkapnya.
Amin menambahkan pemberian uang dengan dalih uang transport, uang lelah, uang pengganti kerja atau sejenisnya, tetap masuk dalam kategori politik uang.
Kondisi itu terus terjadi tiap kali berlangsung Pilkada dan Pemilu. Dampaknya pun cukup besar, termasuk banyak kepala daerah yang akhirnya tersandung kasus korupsi.
“Kita ingatkan sejenak terkait data, 29 kepala daerah terjerat korupsi, 11 diantaranya karena pengaruh Pilkada, “ imbuh Amin.
Selain Amin Fauzi, hadir pula ulama sekaligus Ketua STAI Al Anwar Sarang, Rembang, Abdul Ghofur Maimun, yang memaparkan tentang politik uang dari tinjauan teologis Islam.
Abdul Ghofur menyinggung politik uang yang kerap kali dipelesetkan. Ia mencontohkan salah satunya sebagai zakat. Maka semua itu tergantung niatnya.
“Mengutip keputusan NU ini, kalau sebagai zakat sah atau tidak ? tergantung niatnya, kalau zakat ya zakat, dapat pahala. Tapi ada yang niatnya dobel-dobel, niat zakat dan niat mempengaruhi. Zakat dapat pahala, mempengaruhi dapat dosa. Lha berat mana, ya tanggung sendiri, “ terangnya.
Bagi pemilih yang benar-benar tidak tahu adanya maksud politik uang, menurutnya tidak masalah. Namun apabila sejak awal tahu bahwa uang yang diterima untuk mempengaruhi, pemilih harus mengembalikan uang tersebut.
“Kalau dia tahu, ya dikembalikan. Bagaimana hukumnya kalau nyoblos orang yang telah membayar, ya dosa. Kalau terima uangnya, tapi tidak nyoblos orangnya, uang ya tetap harus dikembalikan. Kadang kan ada uangnya ambil saja, tidak usah dicoblos, tidak benar itu, “ imbuh Ghofur Maimun.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Kabupaten Rembang, Totok Suparyanto menekankan sosialisasi semacam ini sebagai bentuk pendidikan politik kepada masyarakat, agar kedepan fenomena bagi-bagi uang dalam setiap kontestasi pemilihan, tidak semakin parah.
“Pendekatan melalui ajaran agama, diharapkan lebih efektif untuk mempengaruhi pemilih, agar mereka lambat laun menyadari bahwa politik uang tidak hanya dilarang dari regulasi negara, tapi juga dilarang dari kacamata agama, “ tandas Totok. (Wahyu Adi/Musyafa Musa).