YLKI Ungkap Data Survei AMDK Di Jabodetabek, Berikan 5 Rekomendasi
Webinar tentang survei air minum dalam kawasan (AMDK) di wilayah Jabodetabek.
Webinar tentang survei air minum dalam kawasan (AMDK) di wilayah Jabodetabek.

Jakarta – Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) membeber data survei produk AMDK (Air Minum Dalam Kemasan), terkait distribusi dan pemasaran di wilayah Jabodetabek pada bulan Februari 2022.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi menyampaikan yang menjadi obyek/responden survei adalah : 115 warung (34%), 89 minimarket (27%), 79 agen (24%), dan 51 supermarket (15%). Adapun orang yang disurvei dlm obyek tersebut adalah: 162 karyawan (49%), 145 pemilik (43 %), dan 27 manager (8%).

Adapun beberapa temuan dalam survei itu meliputi :

  1. Pengangkutan AMDK mayoritas dengan menggunakan angkutan/truk terbuka 204 toko (61%),  menggunakanan roda dua/tiga, dan becak secara terbuka 81 toko (24%),  menggunakan mobil/truk yang ditutup terpal 5 toko (1%), dan hanya 42 toko (13%) yang menggunakan truk/mobil tertutup. Dengan proses pengiriman/pengangkutan seperti itu, maka pola pengangkutan produk AMDK tidak memenuhi standard, dan berpotensi terpapar sinar matahari menjadi sangat besar.
  2. Selaras dengan itu, sejatinya mayoritas penjual merasa penting untuk menyimpan produk AMDK agar terhindar dari sinar matahari, namun berdasarkan observasi survey masih ada 152 toko (45%) penyimpanan galon guna ulang yang beresiko terpapar sinar matahari karena ditaruh di luar toko dan 46 toko (14%) produk AMDK galon yang sudah terpapar matahari langsung. Pola pengangkutan dan penyimpanan yang tidak benar, karena terpapar sinar matahari, berpotensi merusak kualitas produk AMDK, dan berpotensi menimbulkan migrasi polutan tertentu dalam air AMDK, termasuk unsur BPA, Bisphenol A.
  3. Pola penyimpanan dan distribusi yang demikian, bisa dipicu oleh adanya fenomena bahwa penjual AMDK mayoritas tidak mendapatkan edukasi mengenai cara penyimpanan, penjualan yang baik dan benar baik dari produsen 227 toko (83%) maupun asosiasi produsen 333 toko (99,7%). Padahal mayoritas penjual AMDK 209 toko (63%) merasa perlu untuk diberikan edukasi, karena ini merupakan salah satu kewajiban dari industri untuk mengedukasi mitranya.
  4. Terkait penyimpanan, survei YLKI menemukan sebanyak 5 % (17 toko) terpapar benda berbau tajam, dan 317 toko (95%), tidak terpapar oleh benda berbau tajam. Artinya, mayoritas AMDK yang dijual tidak terpapar oleh benda berbau tajam. Namun angka 5 persen ini (17 toko) yang terpapar benda berbau tajam tidak boleh disepelekan karena menyangkut keamanan dan kesehatan penggunanya.
  5. Sementara itu, masih terkait pola penyimpanan, sebanyak 46 toko (14 persen) terpapar sinar matahari, 152 toko (45%) risiko terpapar sinar matahari, dan 41 persen (136 toko) aman dari sinar matahari. Artinya, angka keterpaparan AMDK oleh sinar matahari saat disimpan angkanya cukup signifikan.
  6. Mayoritas responden mendapatkan informasi terkait pola penyimpanan lebih banyak diperoleh secara mandiri, yaitu dari label yaitu 52%, 222 responden.

Merujuk pada data hasil survei, ada beberapa rekomendasi yang patut ditindaklanjuti oleh produsen dan bahkan regulator, yaitu :

  1. Mendorong pemerintah (Badan POM, Pemda) dan produsen utk meningkatkan pengawasan paska pasar, sehingga distribusi dan penyimpanan AMDK lebih memenuhi standard keamanan.
  2. Memperbesar ukuran tulisan petunjuk penyimpanan AMDK pada label kemasan produk agar mudah terbaca oleh konsumen dan penjual.
  3. Diperlukan adanya pengaturan terkait tulisan Peringatan pada label galon AMDK seperti : “Kemasan Ini Mengandung BPA“ serta “Produk AMDK galon ini Berpotensi terjadi migrasi BPA Untuk Perhatian Konsumen Usia Rentan“. Hal ini penting agar produsen dan penjual dlm mendistribusikan dan menyimpan AMDK lebih memenuhi standard keamanan.
  4. Bahkan, mengingat distribusi dan penyimpanan yg tidak benar, maka diperlukan juga upaya kebijakan untuk menurunkan kadar BPA dalam produk AMDK tersebut, guna meningkatkan perlindungan untuk kelompok konsumen usia rentan.
  5. YLKI juga mendorong agar pihak Produsen, BPOM dan Asosiasi agar lebih gencar lagi dalam melakukan edukasi dan deseminasi pada penjual dan konsumennya.

Tulus menambahkan data survei sekaligus rekomendasi tersebut, sudah disampaikan kepada Komisi IX DPR RI serta Badan Pengawasan Obat Dan Makanan.

“Kami berharap ada langkah-langkah lebih serius untuk melindungi konsumen, karena pemakaian AMDK sangat mendominasi, akhir-akhir ini, “ pungkasnya. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan