Rembang – Pengangkutan air minum dalam kemasan (AMDK) dengan menggunakan kendaraan bak terbuka (tanpa terpal penutup-Red), dinilai berpotensi merugikan konsumen, karena kualitas air minum rawan menjadi tidak standar dan terpapar zat berbahaya.
Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Tulus Abadi menyampaikan masalah tersebut saat webinar tentang monitoring dan pengawasan pemasaran air minum dalam kemasan (AMDK) yang diikuti Reporter Radio R2B, hari Jum’at (18 Maret 2022).
Tulus mencontohkan berdasarkan survey YLKI di Jabodetabek, 61 % pengangkutan AMDK memakai kendaraan bak terbuka.
“Mulai truk besar, mobil, motor termasuk becak. Jadi tidak tertutup atau nggak pakai terpal, “ ujarnya.
Kondisi itu mengakibatkan air minum dalam kemasan yang diangkut dari pabrik menuju distributor, agen, sampai ke toko, berpotensi kepanasan dan kehujanan.
Padahal mestinya hal itu dihindari, karena meski berada di dalam kemasan, air tetap akan mengalami penurunan kualitas. Bahkan terpapar zat yang berbahaya bagi konsumen.
“Sampai di toko misalnya, sering kita jumpai berhari-hari kepanasan. Apalagi dekat dengan benda yang baunya tajam, itu juga nggak boleh. Konsumen sebaiknya jangan sembarangan asal membeli. Artinya proses pengiriman, memegang peranan penting, apakah air minum dalam kemasan yang tadinya standar dari pabrik, menjadi tetap standar atau malah sebaliknya, “ imbuh Tulus.
Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait yang menjadi pembicara dalam webinar itu mengaku prihatin atas kondisi tersebut.
Ia mendesak pemerintah memberikan perhatian, karena anak-anak merupakan bagian dari konsumen yang harus dilindungi.
“Anak-anak mempunyai hak untuk mendapatkan udara yang baik, makanan dan minuman yang sehat, itu dijamin oleh konvensi internasional. Konsentrasinya, bagaimana negara wajib melindungi, “ tegas Arist.
Sementara itu anggota Komisi IX DPR RI, Arzetti Bilbina mengapresiasi survey YLKI, sebagai upaya melindungi kepentingan masyarakat. Ia mendesak produsen air disiplin melakukan langkah-langkah pencegahan, untuk mengantisipasi berkurangnya kualitas air.
“Kita dorong produsen mendistribusikan air sesuai standar dan mengedukasi para distributor untuk menyimpan air sesuai standar keamanan, “ ujarnya.
Arzetti juga berjanji masalah ini akan diteruskan dalam forum rapat dengan lembaga mitra, Badan Pengawas Obat Dan Makanan (BPOM).
“Kebetulan mitra kami adalah BPOM. BPOM sendiri sudah sangat peduli, untuk terus mengawal pemerintah, “ kata Arzetti.
Dalam kegiatan yang digelar oleh YLKI dan disiarkan langsung KBR itu, sejumlah warga ikut bergabung melalui line telfon.
Hadi, seorang warga mengaku sebagai konsumen tidak bisa berbuat banyak.
“Karena kita nggak tahu bagaimana-bagaimananya ya pak ya, “ ucapnya.
Begitu pula Ali dari Bekasi. Ia punya toko di rumah yang menjual air minum galon. Saat diturunkan dari kendaraan, air galon selalu kotor oleh debu.
“Biasanya saya cuci dengan sabun deterjen, itu bagaimana, bahaya nggak, “ kata Ali. (Musyafa Musa).