Sluke – Bangunan warung makan yang juga berfungsi sebagai rumah di pinggir jalur Pantura, sebelah timur jembatan Desa Sluke Kecamatan Sluke, hari Selasa (08 Februari 2022) dieksekusi oleh petugas Pengadilan Negeri Rembang. Proses eksekusi diamankan puluhan anggota polisi, untuk mengantisipasi kericuhan.
Warung Makan sederhana tersebut semula ditempati pasangan suami isteri Sariman dan Warkini. Warkini mengaku sudah membeli tanah untuk mendirikan warung tahun 1996 lalu, seharga Rp 3,3 Juta kepada Diatmono (Bah Can). Lahan yang dipakai warung, bersebelahan dengan ruko milik Suharno, anak angkat Bah Can.
Dari sertifikat yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN), lahan warung ternyata menjadi satu aset dengan Ruko Suharno. Suharno sempat meminjam uang di salah satu bank, dengan agunan sertifikat. Namun Suharno meninggal dunia dan belum melunasi pinjaman, sehingga asetnya dilelang oleh pihak bank. Selaku pemenang lelang adalah Ahmad Zaenal Ubab, warga Desa Sluke Kecamatan Sluke.
Pihak desa sudah berulang kali menggelar mediasi untuk mempertemukan pemenang lelang dengan Warkini, selaku yang menempati warung makan. Gagal menemui kata sepakat, akhirnya berlanjut ke Pengadilan Negeri Rembang. Mediasi secara kekeluargaan di Pengadilan Negeri Rembang juga buntu.
Setelah itu, muncul perintah dari Ketua Pengadilan Negeri Rembang untuk mengosongkan tanah dan bangunan seluas 632 meter persegi itu. Warkini sekeluarga menolak, seraya tetap bertahan, karena merasa sudah pernah membeli, dibuktikan dengan surat perjanjian jual beli dan kwitansi pembayaran.
Hanya saja memang sejumlah saksi sudah meninggal dunia, termasuk Bah Can yang tanahnya dibeli.
Warkini, selaku pihak termohon eksekusi mengatakan meski pedih hatinya melihat proses eksekusi, tapi dirinya memilih pasrah.
“Beli tahun 1996, tapi kenapa kok muncul sertifikat atas nama orang lain di tahun 1998. Masyaallah pedih sekali, sudah dibongkar semua gitu, ya terima saja. Saya sudah menempati lokasi ini lama sekali, belasan tahun, “ tuturnya.
Kuasa hukum pemohon eksekusi, Sigit membenarkan mediasi sudah dilakukan berulang kali di tingkat desa maupun pengadilan. Lantaran tidak mencapai kata mufakat, akhirnya eksekusi ditempuh sebagai jalan terakhir.
“Sebenarnya ya nggak tega, tapi apa boleh buat, upaya kekeluargaan nggak berhasil, mediasi sudah berulang kali, “ tandasnya.
Sementara itu, Panitera Pengadilan Negeri Rembang, Anjar Wirawan Dwi Sasongko menyatakan setahun terakhir pihaknya sudah memberikan 2 kali peringatan kepada termohon eksekusi untuk pindah dan mengosongkan bangunan.
Lantaran tidak diindahkan, pihaknya melakukan eksekusi, atas dasar penetapan Ketua Pengadilan Negeri Rembang.
“Termohon eksekusi masih menginginkan rumahnya, padahal rumah ini sudah jatuh ke pemenang lelang, pak Ahmad Zaenal Ubab. Sejak tanggal 27 Januari 2022 pak Ketua Pengadilan Negeri memerintahkan untuk eksekusi. Jadi ini ada proses lama, nggak serta merta, “ terang Anjar.
Tidak ada perlawanan dalam eksekusi tersebut. Warkini sekeluarga akhirnya secara suka rela bersedia memindahkan barang-barang dari dalam warung, kemudian dialihkan ke tempat lain. Setelah itu bangunan dirobohkan dengan alat berat beckhoe.
Lokasi eksekusi yang berada di pinggir jalur Pantura Semarang – Surabaya, mengakibatkan banyak masyarakat menonton, karena merasa penasaran. Polisi tampak sibuk mengatur lalu lintas, supaya tidak menimbulkan kemacetan. (Musyafa Musa).