Sarang – Nama Mukhlisin, nelayan warga Desa Karangmangu, Kecamatan Sarang, Kabupaten Rembang menyedot perhatian masyarakat, karena selamat dari maut, meski sempat terombang ambing di tengah laut selama 15 jam. Bagaimana kisah perjuangannya yang cukup dramatis ?
Saya hari Senin (28 Juni 2021) datang ke rumah Mukhlisin di Desa Karangmangu, tepatnya sebelah utara Pondok Pesantren Al Anwar Sarang, yang dulu pernah diasuh Alm. Kiai Maimoen Zubair.
Rumah Mukhlisin ramai didatangi tetangga, teman maupun saudara, karena turut senang, Mukhlisin bisa kembali pulang dalam kondisi selamat.
Sebenarnya bagaimana awal mula Mukhlisin jatuh ke laut ? Waktu itu, Kamis tengah malam (24 Juni 2021) posisi kapal yang ditumpangi Mukhlisin akan pulang ke Sarang – Rembang, sehabis melaut. Di tengah perjalanan, Mukhlisin berbaring di atas jaring, sebelah kiri kapal.
Tanpa ia sadari, akhirnya pulas tertidur. Di dalam tidurnya, Mukhlisin bermimpi seakan-akan didorong cukup keras oleh seseorang hingga terjatuh. Pria berusia 39 tahun ini baru sadar, ketika dirinya sudah tercebur ke laut, di tengah-tengah kegelapan malam. Ia memperkirakan kejadiannya mendekati pukul 12 malam.
“Saya waktu habis makan, kemudian istirahat di atas jaring. Malah ketiduran. Lha saya mimpi didorong orang. Saya kira jatuhnya di atas kapal, ternyata malah di laut, “ tuturnya.
Mukhlisin pun dihadapkan antara hidup dan mati. Pada saat itu, Mukhlisin mencoba berenang sekira setengah jam. Ketika badan sudah lemas dan nafas hampir habis, tiba-tiba ia menemukan sepotong bambu sepanjang 5 Meter. Bambu itulah yang terus dipegangi.
“Saya tidak bisa membayangkan bagaimana kalau tidak ada bambu itu. Soalnya tiap kali saya kelelahan, saya pegangan sama bambu, “ kata Mukhlisin lirih.
Ketika kondisinya mulai menurun, bayang-bayang isteri serta kedua anaknya di rumah, membuat semangat Mukhlisin bangkit, seraya ia menyebut nama Allah SWT dan nama Sunan Bonang, seorang Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di Bonang, Lasem, Rembang.
Mukhlisin merasakan ombak besar dan angin kencang membawa tubuhnya ke satu titik. Hingga akhirnya pada hari Kamis (24 Juni 2021) sekira pukul 14.00 Wib, berhasil ditolong oleh awak kapal tongkang jurusan Lamongan – Palembang yang melintas.
“Saya sebut nama Allah dan mbah Sunan Bonang, saya tarik nafas, memohon keselamatan, mendapatkan panjang umur dan bisa ketemu anak isteri lagi, “ kenangnya.
Selama terombang-ambing di laut, Mukhlisin sempat melihat ada kapal nelayan yang diduga mencari keberadaannya. Ia sudah berupaya melambai-lambaikan tangan, tapi ternyata mereka tidak melihat.
Begitu pula ketika kapal tongkang melintas, Mukhlisin berjuang sekuat tenaga untuk lebih mendekati, sambil melambaikan tangan. Kapal tongkang melewatinya, membuat Mukhlisin nyaris menyerah.
Karena kuasa ilahi, seorang anak buah kapal (ABK) tongkang ternyata ada yang melihat, kemudian mengecek menggunakan teropong. Tahu bahwa benar-benar ada manusia meminta pertolongan, nahkoda kapal tongkang putar haluan, untuk menyelamatkan Mukhlisin.
Pada saat itu, ia senang luar biasa, tak henti-hentinya mengucapkan Alhamdulilah, Allah SWT masih memberikan kesempatan hidup.
“Saya mengira kapal nggak liat saya. Setelah tahu, saya didekati dan dilempar pelampung, kemudian naik ke atas kapal penarik tongkang. Di situ di kasih makan, minum. Saya terima kasih sekali dan alhamdulilah. Di tengah rasa pasrah saya, Allah memberikan jalan, “ imbuh Mukhlisin dengan mata berkaca-kaca.
Oleh kapal penolong, Mukhlisin dititipkan di dermaga Karimunjawa, Jepara. Ia kemudian dijemput oleh keluarga dan tiba di Sarang, Rembang, hari Sabtu (26 Juni 2021).
Sementara itu, isteri Mukhlisin, Kasmiah mengungkapkan sejak menerima kabar suaminya hilang, banyak mendapatkan nasehat dari saudara, untuk siap menghadapi kenyataan terburuk. Tapi di dalam hati kecilnya, ia merasa sang suami masih hidup. Kasmiah bersyukur do’anya terkabul.
“Saya di rumah berdo’a terus, semoga suami saya mendapatkan pertolongan. Ketika ada kabar suami diselamatkan, ya Allah kita semua di sini menangis bahagia mas, “ tutur Kasmiah.
Mukhlisin kini memilih menghabiskan waktu istirahat di rumah. Ia yang sudah lama bekerja sebagai nelayan, memang memendam trauma atas kejadian tersebut.
Namun dirinya tetap akan melaut lagi, karena penghasilan melaut sudah menjadi sumber ekonomi keluarganya. Mukhlisin mengaku akan lebih waspada, supaya peristiwa serupa tidak kembali terulang. (Musyafa Musa).