

Rembang – Kondisi Sumani (44 tahun), tersangka pelaku pembunuhan 1 keluarga yang menjalani perawatan di ruang ICU RSUD dr. R. Soetrasno Rembang semakin membaik.
Sumani, warga Dusun Pandak, Desa Pragu, Kecamatan Sulang tersebut, sebelumnya minum pestisida, ketika akan menjalani pemeriksaan oleh petugas Reskrim Polres Rembang, dipergoki mulutnya berbusa. Tidak jelas di mana ia minum pestisida. Namun begitu ketahuan, penyidik langsung membawanya ke rumah sakit.
Dokter Instalasi Gawat Darurat RSUD dr. R. Soetrasno Rembang, Rafika Syaputra mengatakan kondisi Sumani membaik. Tensi darahnya agak tinggi, tapi bisa dikontrol dengan obat.
Yang bersangkutan sadar dan bisa diajak mengobrol. Saat ini tinggal pemantauan saja.
“Sampai sekarang tahap observasi, kapan boleh keluar dari rumah sakit, tergantung dokter penanggung jawabnya, bu Ivon, ” terangnya.
dr. Syaputra menambahkan tenaga medis di ruang ICU intensif memantau perkembangan Sumani, guna mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan. Jarak antara tempat duduk tenaga medis dengan pasien antara 3 – 4 Meter. Mereka bisa melihat dari kaca.
“Karena ini ruang ICU, diawasi keadaannya setiap saat, “ imbuhnya.
Hingga Jum’at malam (12 Februari 2021), pasien tidak boleh dijenguk oleh siapapun. Untuk menuju kamar perawatan Sumani, harus melewati 3 titik pintu. Itu pun pada pintu kedua dan ketiga dijaga ketat aparat kepolisian bersenjata lengkap. Cara tersebut untuk mencegah kemungkinan tersangka nekat bunuh diri lagi.
Kepala Satuan Reserse Dan Kriminal Polres Rembang, AKP Bambang Sugito menjelaskan apabila tersangka sudah keluar dari rumah sakit, penyidik tidak serta merta bisa langsung memeriksa. Pihaknya akan mendatangkan dokter psikiater terlebih dahulu, guna memeriksa kondisi kejiwaan tersangka.
Setelah memperoleh persetujuan psikiater, penyidik baru akan mulai meminta keterangan.
“Kita ingin tahu masih depresi atau wajar-wajar saja. Kalau ada persetujuan psikiater, artinya penyidik yakin apa yang disampaikan tersangka, “ ungkap Kasat Reskrim.
Bambang memastikan pengakuan tersangka tidak penting, karena dianggap bobotnya 0. Justru yang paling pokok adalah alat bukti, keterangan 22 orang saksi dan diperkuat dengan hasil laboratorium forensik (Labfor).
“Kami mengacu pasal 184 KUHAP, sebenarnya pengakuan tersangka tidak penting. Alat bukti yang paling penting, kemudian ada kesesuaian dengan keterangan saksi, bukti yang ditemukan di rumah tersangka maupun bukti di TKP, “ paparnya.
Menurutnya soal pengakuan tersangka, masyarakat perlu mendapatkan pemahaman. Jangan sampai muncul anggapan ketika tersangka tidak mengakui perbuatannya, kemudian dianggap polisi kurang profesional atau bahkan dituduh salah tangkap.
“Mesti dipahami alurnya, karena kita tidak mengejar pengakuan tersangka, “ pungkasnya. (Musyafa Musa).