Pasar Rembang Tutup Total, Apa Saja Dampaknya ?
Penyemprotan disinfektan di Pasar Rembang. (Foto atas) Pasar Rembang ditutup setiap hari Jum’at.
Penyemprotan disinfektan di Pasar Rembang. (Foto atas) Pasar Rembang ditutup setiap hari Jum’at.

Rembang – Pasar Kota Rembang, pasar terbesar di Kabupaten Rembang, hari Jum’at (25 Desember 2020) ditutup total, untuk mengantipasi penyebaran Covid-19 yang semakin meningkat, belakangan ini. Menurut sejumlah kalangan, sejak berdiri era tahun 1970-an, baru kali pertama ini Pasar Rembang ditutup total.

Penutupan pasar sesuai dengan Surat Edaran Bupati Rembang, yang menetapkan bahwa seluruh Pasar Kabupaten ditutup setiap hari Jum’at, terhitung mulai tanggal 25 Desember 2020. Melalui penutupan tersebut, kemudian dimanfaatkan untuk penyemprotan disinfektan, guna menekan penyebaran virus Corona.

Kepala Seksi Logistik Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Rembang, Zaenal Abidin mengatakan penyemprotan pasar diprioritaskan bagi daerah yang tingkat penyebaran Covid-19 tinggi, masing-masing Pasar Rembang, Kaliori, Lasem, Pamotan, Sulang, Kragan dan Pasar Sluke.

“Petugas penyemprot kita bagi dan melakukan secara bertahap, “ kata Zaenal.

Dari sisi kendala sarana pra sarana, menurut Zaenal tidak ada. Yang agak mengkhawatirkan terkait alat pelindung diri (APD) petugas penyemprot, karena jumlahnya semakin menipis.

“Nanti akan kami coba komunikasikan dengan instansi terkait. Soalnya APD sekali pakai, ini jumlahnya tinggal sedikit, “ imbuhnya.

Efek dari penutupan Pasar Rembang setiap hari Jum’at, bagi pengelola pasar, Deni Hardiyanto tidak terlalu berpengaruh. Ia menyebut jumlah pedagang resmi berkartu tanda pedagang (Katadag) sebanyak 1.662 orang, sedangkan pedagang tidak resmi yang berjualan di luar pagar pasar mencapai 450 an orang.

Selama ini retribusi ditarik dua macam, yakni melalui e-retribusi (online) sebulan sekali 839 orang, sedangkan sisanya masih ditarik dengan karcis. Manakala sehari ditutup, potensi kehilangan retribusi ditaksir hanya Rp 750 Ribu.

“Saya kira kalau e-retribusi nggak pengaruh, yang berdampak langsung hanya penarikan retibusi lewat karcis,” terangnya.

Tapi sejumlah pedagang mengakui perputaran uang selama 1 hari ketika Pasar Rembang buka, dalam kondisi normal bisa mencapai ratusan juta rupiah.

Tukang becak yang biasa mangkal di depan Pasar Rembang juga turut merasakan imbasnya, karena penumpang semakin sepi dan penghasilan serba tidak menentu. Meski demikian Sirin, seorang tukang becak memaklumi keputusan itu, demi menjaga keselamatan kesehatan masyarakat.

“Kadang dapat Rp 50 ribu, tapi kadang ya sehari nggak narik penumpang sama sekali. Setelah pasar tutup ya memang tambah sepi, tapi kita menghargai kebijakan pemerintah untuk kesehatan warganya, “ ungkap pria warga Desa Pranti Kecamatan Sulang ini.

Petugas keamanan Pasar Rembang mengecek situasi di dalam los pakaian.
Petugas keamanan Pasar Rembang mengecek situasi di dalam los pakaian.

Setelah Pasar Rembang tutup total, petugas keamanan pasar pun meningkatkan kewaspadaan, guna mengantisipasi pencurian. Slamet Haryanto, petugas keamanan Pasar Rembang menjelaskan selama hari Jum’at, kios maupun lapak ditinggalkan pedagang. Jangan sampai suasana sepi, dimanfaatkan oknum tidak bertanggung jawab.

Haryanto mengakui sejak bekerja di Pasar Rembang tahun 1992 sampai sekarang, baru pertama kali ini pasar tutup total.

“Benar mas baru kali ini. Kami sebagai keamanan tetap aktivitas seperti biasa. Justru lebih meningkatkan kesiapsiagaan, “ tandasnya.

Ia menegaskan untuk hari selain Jum’at, pasar tetap buka seperti biasa. Menurutnya, selama pedagang dan pembeli mematuhi protokol kesehatan, diharapkan mampu menekan penyebaran Covid-19. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan