Makkah – Seusai matahari terbenam di Padang Arafah, para jemaah haji tahun 2023 sudah bersiap menuju Muzdalifah.
Hilir mudik bus semakin ramai keluar masuk, guna mengangkut jemaah dari Padang Arafah ke Muzdalifah. Suasananya sangat ramai sekali. Bahkan nyaris tidak ada hentinya pada jam-jam tersebut.
Sudah ada jadwal antrian yang diatur oleh otoritas setempat. Pantauan saya, banyak pula jemaah melakukan ibadah sholat sunnah dan bersimpuh memanjatkan do’a, sambil menunggu kedatangan bus.
Proses pengangkutan jemaah berlangsung hingga larut malam. Tampak petugas juga sibuk menyisir tenda, khawatir kalau masih ada jemaah yang tertinggal.
Saat saya naik bus dari Padang Arafah ke Muzdalifah, di sepanjang perjalanan, iring-iringan bus nyaris tanpa putus. Meski kondisi jalan sangat lebar, namun betul-betul padat, terutama ketika mendekati Muzdalifah. Kecepatan rata-rata hanya 20 – 30 km/jam.
Jarak Padang Arafah ke Muzdalifah sekira 4 kilo meter, namun ditempuh hampir setengah jam.
Suasana Muzdalifah
Begitu sampai, jemaah turun dari bus. Muzdalifah merupakan kawasan padang pasir. Di pinggir jalan antara kedua sisi, dibatasi pagar-pagar tinggi. Tidak ada tenda di sini, tetapi jemaah disediakan karpet untuk istirahat. Kalau tidak memperoleh karpet, banyak jemaah yang membawa tikar sendiri.
Mabit atau bermalam di Muzdalifah adalah salah satu rangkaian wajib haji. Jemaah umumnya menunaikan sholat Maghrib dan Isya dengan jamak takhir di sini.
Selain itu, jemaah mengumpulkan batu kerikil sebanyak 70 butir, untuk persiapan lempar jumrah.
“Banyak dari Kloter yang sudah menyiapkan batu kerikil dikemas dalam plastik dan langsung dibagikan kepada jemaah. Namun kadang jemaah memilih cari sendiri, saat tiba di Muzdalifah. Nggak perlu khawatir nggak dapat, soalnya banyak sekali batu kerikil yang memang disebar di kawasan ini oleh pemerintah Arab Saudi,” tutur seorang ketua Kloter dari Jawa Timur.
Selama saya berada di Muzdalifah, sebagian jemaah tampak kelelahan, apalagi yang sudah berusia lanjut. Setelah mengumpulkan batu kerikil, mereka memilih tiduran, dengan alas seadanya. Meski malam hari, tapi hawanya terasa panas berdebu.
Saya mengobrol dengan sejumlah jemaah, sambil menunggu waktu Subuh. Cemilan roti, buah-buahan dan air minum kemasan menjadi barang berharga.
“Saya sudah membawa perbekalan lumayan banyak, sejak dari hotel di Makkah mas. Monggo silahkan,” kata jemaah menawari makanan, sambil menunjukkan isi tasnya penuh bekal.
Tak terasa bus-bus yang akan menjemput jemaah di Muzdalifah sudah berdatangan, dengan tujuan berikutnya adalah Mina, untuk lempar jumrah.
Suasana masih gelap waktu itu. Antrian jemaah mengular sangat padat di dekat pintu keluar, sebelum jemaah naik bus. Jemaah tak bisa sembarangan keluar dari pagar, karena penjagaan cukup ketat.
Pada momen inilah, saya memutuskan untuk berjalan kaki dari Muzdalifah ke Mina. Ikuti kisah saya, pada tulisan berikutnya. (Musyafa Musa).