Makkah – Sering kali pihak Kementerian Agama mengingatkan para jemaah untuk siap-siap tenaga dan menjaga kondisi sebelum puncak haji, Arafah, Muzdalifah dan Mina (Armuzna).
Jangan sampai mengejar amalan ibadah sunnah, tapi saat puncak ibadah haji justru tidak bisa melaksanakan, karena kondisi fisik menurun akibat kelelahan.
Nah..di sini saya akan berbagi kisahnya. Sebagai petugas haji Sektor Khusus (Seksus) Masjidil Haram, selama Armuzna kita dialihkan penempatan tugas untuk sementara waktu, karena menyesuaikan dengan pergeseran jemaah.
Kala itu, suasana masih gelap dini hari waktu Arab Saudi, kita berangkat untuk wukuf di Padang Arafah, tepat di tanggal 09 Dzulhijjah atau hari Selasa 27 Juni 2023. Dari hotel, semua sudah mengenakan pakaian ihram, lengkap dengan kartu identitas.
Jarak Makkah ke Padang Arafah sekira 25 kilo meter arah tenggara. Saat kondisi lalu lintas normal, bisa ditempuh dalam waktu setengah jam an.
Namun perjalanan bus yang membawa rombongan kami memakan waktu hampir 3 jam, karena penutupan sejumlah akses jalan, membuat sopir bus berputar-putar mencari jalur lain. Begitu tiba di Padang Arafah, matahari sudah terbit.
“Senang rasanya, bisa menginjakkan kaki di tempat yang menjadi pertemuan pertama kali Nabi Adam AS dan isterinya Hawa,” kata seorang rekan.
Sejauh mata memandang Padang Arafah, tampak penuh oleh deretan tenda jemaah. Lorong-lorong jalan, hampir sama semua. Hal itu kenapa disarankan jemaah jangan pergi jauh-jauh dari tenda, karena khawatir nyasar.
“Sebisa mungkin, jemaah tetap berada di sekitar tenda. Kalaupun ingin ke toilet atau berwudhlu, kita himbau tidak sendirian dan menghafal arah jalannya, biar tidak bingung pas mau balik,” tutur salah satu ketua rombongan dari Sumedang Jawa Barat.
Aktivitas Di Padang Arafah
Beranjak siang, cuaca panas terik mulai terasa. Sebagian petugas haji memilih berteduh di bawah pepohonan, dengan alas karpet. Botol air minum dingin yang saya masukkan ke dalam tas, sudah menghangat.
Payung juga menjadi kebutuhan penting, selama di Padang Arafah. Bekal semacam itu, termasuk membawa minum, roti dan buah-buahan sebaiknya dipersiapkan oleh jemaah dari hotel.
Soalnya kalau sudah sampai di Padang Arafah, sudah hampir tidak bisa lagi membeli keperluan tersebut.
Selama wukuf di Padang Arafah sejak matahari tergelincir hingga matahari terbenam, jemaah lebih banyak berdiam diri, berdzikir dan berdo’a. Meski panas berdebu, namun suasana tetap khusyuk nan syahdu. Moment ini diharapkan jemaah bisa lebih mengenali dirinya dan Allah SWT sebagai Tuhan-Nya.
Selain itu, mereka juga mendengarkan khotbah wukuf melalui pengeras suara, yang digelar oleh Kementerian Agama.
Wukuf merupakan rukun haji yang tidak boleh ditinggalkan. Wukuf berarti berhenti, mengisyaratkan semua yang bergerak, suatu saat akan berhenti. Semua yang hidup akan mati.
Padang Arafah juga menjadi perlambang padang mahsyar, saat manusia menghadap Allah SWT dengan kondisi status yang sama.
Kita berada di Padang Arafah sampai Maghrib. Setelah sholat Maghrib, baru bergeser menuju Muzdalifah.
Pada tulisan berikutnya, akan saya ceritakan hirup pikuk jemaah di Muzdalifah, ketika mengumpulkan batu kerikil untuk lempar jumrah dan betapa padatnya suasana saat itu. (Musyafa Musa).