

Rembang – Musim kemarau selalu diwarnai dengan masalah kesulitan air bersih. Salah satu solusi yang kerap ditempuh masyarakat adalah membuat sumur bor.
Tahap menentukan titik lokasi yang akan dibor, menjadi bagian paling menantang.
Seorang pembuat sumur bor, Munawar mencontohkan salah satu cara tradisional dengan mengamati rekahan tanah. Semakin lebar rekahan tanah, diyakini kian besar sumber air bawah tanah.
“Lihat kondisi alam mas, kalau tanah semakin merekah lebar, biasanya ada sumbernya. Sifatnya percobaan ya, benar tidaknya kalau sudah dibor, “ ujar Munawar.
Tapi belakangan banyak pula yang sudah mengandalkan alat satelit digital, guna mendeteksi ada tidaknya sumber air. Menurutnya, piranti satelit digital lebih akurat.
“Lebih akurat ya pakai digital satelit itu, bisa mendeteksi sampai kedalaman 100 Meter, “ terang pria warga Desa Grawan Kecamatan Sumber ini.
Metode lain yang diterapkan masyarakat, dengan memakai daun pisang. Pada malam hari mereka menaruh beberapa lembar daun pisang di area tanah, yang akan dibor.
Pagi harinya, dilihat daun pisang tersebut. Semakin banyak embun yang menempel, dipercaya semakin banyak debit air bawah tanah. Namun sebaliknya, jika daun pisang tetap kering, pertanda minim sumber air di bawah daun tersebut.
Ada pula yang memakai media garam. Malam hari, letakkan 1 – 2 genggam garam pada tanah dan tutup rapat dengan kaleng bekas susu, yang sebagian sisinya terbuka dan sebagian sisinya tertutup.
Jika pada pagi hari, garam itu habis atau tinggal sedikit, menunjukkan di bawah tanah terdapat sumber air. Anda bisa mencoba dengan meletakkan garam di sejumlah titik. Pilihlah lokasi pengeboran sumur, di mana garam berkurang paling banyak.
Terkait tarif pengeboran, Munawar menimpali nilainya bervariasi, antara Rp 70 – 150 Ribu per meter, tergantung kondisi lokasi. Kalau tanah bebatuan, tarifnya lebih tinggi. (Musyafa Musa).