

Rembang – Pelanggaran kapal-kapal besar keluar jalur wilayah penangkapan ikan, rawan terjadi. Akibatnya, mereka terancam denda administrasi lumayan tinggi, apalagi jika pelanggaran berlangsung dalam tempo lama.
Sesuai ketentuan, sudah diatur kapal berbobot 30 gross ton (GT) ke bawah, area tangkapan ikan maksimal 12 mil dari tepi pantai, sedangkan kapal di atas bobot 30 GT, harus menangkap ikan di atas jarak 12 Mil.
Tri Indiar Handoyo, petugas pengawas perikanan dari Kantor Pengawasan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan (PSDKP) Tasikagung, Rembang menjelaskan kapal berbobot 30 GT lebih, sudah dilengkapi dengan piranti VMS (Vessel Monitoring System), sehingga akan terdeteksi posisinya, termasuk ketika keluar jalur penangkapan ikan.
“Kami disurati oleh PSDKP, adanya kapal sering keluar jalur, “ tuturnya, saat dialog dengan kelompok nelayan, beberapa waktu lalu.
Ia mengingatkan begitu kapal keluar jalur, jangan sampai berhari-hari, apalagi terjadi hingga bulanan, karena dampaknya kapal tersebut akan dijatuhi sanksi denda cukup besar.
“Kalau keluar jalur, sehari sudah bisa langsung kembali ke jalur yang benar. Jangan 2 hari, 3 hari, 4 hari apalagi sebulan. Misal Rp 500 Ribu kali berapa hari, kan jadi banyak, “ kata Tri.
Menurutnya, sudah ada 9 kapal yang ditangani, karena pelanggaran jalur penangkapan ikan.
“Tidak harus tertangkap tangan, tapi dengan VMS, kapal terpantau (oleh Kementerian Kelautan Dan Perikanan (KKP)-Red), “ terangnya.
Ia mencontohkan ada kapal nelayan dari Tegal harus membayar denda sampai Rp 600 Juta.
“Kami juga sedih, makanya kita cegah, kedepan semoga kerja sama di Rembang, antara PSDKP dengan nelayan lebih baik, untuk menekan pelanggaran ini, “ imbuh Tri.
Rumus penghitungan denda pelanggaran jalur penangkapan ikan, yakni 1.000 % dikalikan indeks produksi, dikali lagi dengan harga patokan ikan (HPI) dan terakhir dikalikan berapa hari pelanggaran.
Tri Indiar Handoyo menambahkan langkah tersebut sebagai upaya pemerintah melindungi nelayan dari aktivitas penangkapan ikan secara ilegal. Tahun depan pihaknya juga mendapatkan tambahan 3 unit kapal pengawas, untuk sarana meningkatkan pantauan.
“Jangan ada kesan, dikit-dikit ditangkap. Justru kami memproteksi dari kapal-kapal ilegal, supaya ilegal fishing semakin menurun, “ tandasnya.
Untuk memudahkan monitoring, sekarang sudah diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja, kapal-kapal harus mendarat di pelabuhan pangkalan.
Misal kapal dari Juwana Kabupaten Pati tidak boleh mendaratkan di Pelabuhan Tasikagung, Rembang dan begitu pula sebaliknya.
“Ini masih tahap kita peringatkan, kalau itu dendanya juga sangat besar, “ pungkas Tri. (Musyafa Musa).