Rembang – Tiga fraksi di DPRD Rembang ramai-ramai menyoroti proyek ruas jalan antara Desa Sumberagung Kecamatan Pancur sampai Desa Sambong Kecamatan Sedan, karena kekurangan volume pekerjaan akibat tidak sesuai spesifikasi sebesar Rp 582.500.000.
Proyek yang berlangsung pada tahun 2023 itu, menjadi salah satu temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Puji Santoso, dari Fraksi Karya Indonesia Sejahtera (KIS) DPRD Rembang mempertanyakan apakah temuan tersebut sudah ditindaklanjuti oleh Dinas Pekerjaan Umum Dan Penataan Ruang.
“Hasil pemeriksaan fisik dan perhitungan fisik oleh BPK bersama PPK, Inspektorat, penyedia barang dan jasa, serta konsultan pengawas terdapat kekurangan pekerjaan penanganan long segment pada peningkatan jalan Sumberagung – Sambong senilai Rp 582 Juta 500 Ribu,” tuturnya saat pandangan umum Fraksi KIS, hari Kamis (11/07).
Supadi, dari Fraksi Kebangkitan Bangsa DPRD Rembang berpendapat kondisi itu menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan dari pejabat yang berwenang.
“Menunjukkan lemahnya fungsi pengawasan pejabat yang berwenang dalam melaksanakan hak dan kewajiban yang tertuang dalam kontrak kerja, antara lain mengawasi pekerjaan penyedia,” tandas politisi dari Desa Tlogotunggal Kecamatan Sumber tersebut.
Sementara itu Khamid dari Fraksi Nasdem mendesak kekurangan volume pekerjaan, pembayarannya segera disetor ke kas daerah.
Selain ruas Sumberagung – Sambong, Khamid juga menyebut kekurangan volume pekerjaan dan ketidaksesuaian spesifikasi pada pekerjaan pembangunan Puskesmas Lasem, kantor Dindikpora, serta peningkatan jalan Sarang – Bonjor dan Lodan Wetan Kecamatan Sarang.
“Bupati agar perintahkan kepala Dinas Kesehatan dan Kepala PUPR untuk menyusun mekanisme dan laporan pengawasan atas pekerjaan tersebut, melaksanakan dengan baik Rekomendasi BPK RI atas laporan keuangan pemerintah daerah tahun 2023,” beber Khamim.
Tanggapan Bupati
Bupati Rembang, Abdul Hafidz menanggapi kekurangan volume pekerjaan Sumberagung – Sambong Rp 582.500.000 sudah disetorkan ke kas daerah pada bulan Juni dan Juli 2024 ini.
“Belanja barang sudah susuai pedoman Peraturan Presiden (Pepres) No. 16 tahun 2018. Kekurangan volume pekerjaan, sudah dibayarkan,” tandasnya.
Hafidz memperinci hal itu terjadi, karena ada perbedaan pandangan antara Pemkab dan penyedia jasa, dengan BPK.
Pihak penyedia jasa (pemborong) memakai laboratorium Universitas Diponegoro (Undip), terkait mutu jalan. Tapi BPK tidak mau, karena harus menggunakan laboratorium yang ditentukan oleh BPK. Akibatnya, muncul perbedaan volume.
“Penyedia jasa pakai lab Undip, BPK menolak, karena harus pakai lab yang ditentukan BPK. Ini kasusnya di Sumberagung – Sambong, sehingga terjadi selisih volume dan rupiahnya,” beber Bupati.
Hafidz memastikan peristiwa ini akan menjadi bahan evaluasi, supaya kedepan jangan sampai terulang lagi. (Musyafa Musa).