Keturunan Tionghoa Mengajar Di Pondok Pesantren, Sudah Bisa Baca Alqur’an Saat Masih Non Muslim
Javier Hartono.
Javier Hartono.

Lasem – Siapa sangka, sosok keturunan Tionghoa ini memeluk agama Islam, hingga akhirnya menjadi pengajar di Pondok Pesantren Kauman Desa Karangturi Kecamatan Lasem Kabupaten Rembang.

Hari-harinya pun sering bersentuhan dengan dunia santri, selaras suasana hari Minggu ini (22/10), berlangsung peringatan Hari Santri yang mengambil tema “Jihad Santri Jayakan Negeri”.

Begitulah sekilas kisah perjalanan hidup Javier Hartono, pria asli Lasem yang kini tinggal di Desa Japeledok Kecamatan Pancur, setelah mendapatkan isteri dari kampung tersebut.

Pria berusia 27 tahun ini mengaku saat masih non muslim di bangku SD, sering diajak pembantunya ke pasar. Ia masih ingat betul, kala itu minta dibelikan sarung, sajadah dan buku Iqra’.

Dari pembantunya pula, Javier belajar membaca buku Iqra’ dan sudah lancar membaca Alqur’an, saat duduk di bangku kelas 5 SD.

“Padahal waktu itu saya masih non muslim, sudah lancar membaca Alqur’an,” kenang Javier.

Lingkungan keluarganya sendiri sangat moderat, sehingga ketika ia memutuskan memeluk agama Islam, relatif berjalan lancar.

“Di keluarga kami bebas. Yang penting kalau menjadi Katholik harus Katholik yang taat. Kalau masuk Islam ya harus komitmen menjadi muslim yang baik. Yang paling kaget, teman-teman saya,” terangnya dalam sesi wawancara dengan R2B, beberapa waktu lalu.

Javier menambahkan sempat menimba ilmu di pondok pesantren Gontor, Ponorogo Jawa Timur. Hal itu berkat dorongan kakeknya, Sigit Wicaksono sang legenda batik tulis Lasem, yang waktu itu masih menganut agama Konghucu.

“Waktu itu ya masih Konghucu, tapi beliaunya kan memang sangat moderat, sampai kemudian masuk Islam. Kakek menyarankan masuk ke Gontor, karena menilai sebagai pondok pesantren moderat. Tahun 2009 saya kesana sama kakek,” imbuhnya.

Selepas dari Gontor, Javier Hartono belajar di berbagai kota, termasuk di Pondok Pesantren Kauman Lasem, sampai kemudian menjadi pengajar di pondok pesantren tersebut.

“Kebetulan isteri saya juga alumni dari pondok Kauman Lasem,” ucapnya tersenyum.

Javier yang juga meneruskan usaha batik tulis Lasem, kerap menyelipkan unsur-unsur dakwah Islam pada goresan batik yang dihasilkan. Meski demikian ia selalu menekankan bahwa agama merupakan ranah pribadi. Tak semestinya terpecah belah, karena masalah beda agama.

“Analoginya gini, kita di rumah berhak bilang isteri kita paling cantik. Tapi kalau kemudian muncul di publik, saya bilang isteri saya paling cantik, isterimu jelek, tentu tidak etis. Begitu pula dengan agama, ketika sudah di ranah publik, nggak etis apabila saling menjelekkan,” pungkas Javier. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan