
Sarang – Namanya Supadi, pria berusia 53 tahun, warga Desa Banowan, Kecamatan Sarang ini adalah Ketua DPRD Rembang. Meski sudah menjadi pejabat penting, namun ia tidak meninggalkan profesi lamanya sebagai seorang petani.
Supadi juga menolak menempati rumah dinas di dekat Kantor DPRD dan memilih tetap tinggal di desa. Sikapnya itu ternyata tidak lepas dari pesan Almarhum Kiai Maimoen Zubair, tokoh ulama Sarang – Rembang. Ikuti kisahnya dalam sisi keunikan sang Ketua DPRD Rembang.
Supadi mengawali karier politiknya dari bawah. Tahun 2008 silam, ia terpilih menjadi kepala desa di kampungnya, Banowan, Kecamatan Sarang. Selesai mengemban amanah sebagai kepala desa, Supadi mengikuti Pemilu Legislatif pada tahun 2014, maju Nyaleg dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), partai yang turut dibesarkan Kiai Maimoen Zubar kala itu. Supadi berhasil melenggang ke gedung DPRD Rembang.
Pemilu 2019 Supadi maju kembali Nyaleg. Ia terpilih lagi, dengan meraup suara cukup banyak, mencapai 5.563 suara. Semula Supadi hanya anggota DPRD biasa, kemudian pada tanggal 05 November 2020, resmi dilantik menjadi Ketua DPRD Rembang, menggantikan Majid Kamil, putera Kiai Maimoen Zubair yang meninggal dunia. Sejak hari itu, Supadi akhirnya memimpin DPRD Rembang.
Menduduki kursi Ketua DPRD tak lantas membuat Supadi lupa dengan pekerjaan lamanya, bertani. Hampir setiap hari, sebelum berangkat kerja, Supadi menyempatkan waktu ke sawah. Apalagi kalau bertepatan hari libur, dan kebetulan tidak ada kegiatan kedewanan, waktunya banyak dihabiskan di sawah. Mulai dari membajak, mencangkul hingga memupuk, biasa ia kerjakan berbaur bersama para pekerjanya.
Bagi Supadi, berteman dengan lumpur merupakan hal biasa. Ia mengenang nasehat dari ulama Alm. Kiai Maimoen Zubair, manakala mengawali pekerjaan petani, sebisa mungkin jangan meninggalkan bertani, apalagi petani adalah salah satu tiang sumber kehidupan manusia. Menurutnya, profesi petani mendatangkan kenikmatan tersendiri, bahkan ketenangan hati yang sulit ditemukan dari pekerjaan lain. Saat ini, dirinya menggarap lahan sekira 30 an hektar, ditanami padi, tebu dan jagung.
“Mbah Kiai Maimoen Zubair pernah dawuh kalau jadi petani dan punya pekerjaan lain, jangan meninggalkan bertani, karena petani itu punjere atau pusatnya perekonomian. Saya itu kalau melihat tanaman hijau, di hati rasanya tenang, ayem, “ tutur Supadi, Minggu (03 Januari 2021).
Supadi juga enggan menempati rumah dinasnya di Kota Rembang, karena merasa lebih nyaman hidup di desa sambil mengasuh 4 cucu, dekat dengan keluarga dan tetangga sekitar. Dengan cara itu justru dirinya terbiasa lebih cepat menerima keluhan-keluhan dari warga, mulai soal kelangkaan pupuk bersubsidi hingga bantuan sosial macet, sekaligus bagaimana mencarikan solusi untuk mereka.
“Rumah dinas saya di Rembang juga mewah, tapi tidak saya tempati. Soalnya kalau saya berada di Rembang, malah nggak dekat dengan warga. Saya lebih nyaman tinggal di kampung kelahiran saya, Banowan, “ imbuh Supadi.
Supadi menimpali belajar banyak dari Almarhum Majid Kamil saat menjadi Ketua DPRD. Pembawaannya tenang dan disenangi oleh banyak anggota. Meski tidak sama persis, namun ia ingin menerapkan cara-cara yang pernah dilakukan mendiang Majid Kamil, supaya lembaga DPRD kedepan lebih baik.
“Dulu itu beliau sering kasih nasehat sama anggota, anggota mau izin juga dipermudah, pokoknya banyak yang senang. Saya meski nggak sama dengan Gus Kamil (Majid Kamil-Red), setidaknya bisa meniru sikap-sikap baik beliau, “ paparnya.
Lalu seperti apa komentar warga, mengenai sosok Ketua DPRD Rembang sekarang ? Salimun, tetangga Supadi di Desa Banowan Kecamatan Sarang menganggap Supadi figur yang sederhana dan merakyat. Ia berpesan setelah menjabat Ketua DPRD jangan berubah dan optimal memperjuangkan kepentingan warga.
“Pak Padi itu pethel (giat) bertani memang, sejak kecil lahir dari keluarga petani. Lha wong habis Subuh gitu, sering sudah di sawah. Beliau merakyat, gaya hidup apa adanya. Sampai kapanpun, semoga tetap merakyat, “ kata Salimun.
Bagi Supadi kombinasi antara bertani dan Ketua DPRD bisa saling melengkapi. Menurutnya, yang terpenting sama-sama mendatangkan lebih banyak manfaat untuk masyarakat. (Musyafa Musa).

