Berbulan-Bulan Tinggalkan Rumah, Demi Sejarah Lasem (Kisah Suhu Tjoeng)
Suhu Tjoeng (Ki Panunggal Roso), warga Jakarta Barat yang mendalami sejarah Lasem.
Suhu Tjoeng (Ki Panunggal Roso), warga Jakarta Barat yang mendalami sejarah Lasem.

Lasem – Sosok pria yang satu ini sangat cinta dengan sejarah Lasem, meski berasal dari kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat.

Ia bahkan rela berbulan-bulan meninggalkan rumahnya, demi mengembara ke berbagai tempat bersejarah di Kecamatan Lasem. Termasuk menjelajah naik gunung, melihat dari dekat situs-situs peninggalan sejarah.

Yah..namanya Suhu Tjoeng, memiliki nama Jawa Ki Panunggal Roso. Pria bertubuh gempal dan berambut gondrong tersebut mengaku leluhurnya ada keterkaitan dengan Lasem.

Ia tertarik mempelajari sejarah Lasem, karena baginya Lasem merupakan pusat pemersatu nusantara.

“Sejarah Lasem, sebuah sejarah bab yang terpendam gitu. Padahal sejarah ini mulia, bisa saya katakan sebagai bab kawitan (awal) dan bab penutup. Termasuk bab kerukunan dan persatuan,” terangnya, Jum’at (03 Oktober 2025).

Suhu Tjoeng memperinci adanya wong kanung (sangkane gunung), mereka hidup terkonsentrasi di kawasan Gunung Lasem. Dari dokumen sejarah yang ia pelajari, wong kanung inilah kemudian menyebar ke berbagai tempat di Pulau Jawa.

“Yang dulunya berasal dari Lasem inilah, kemudian babat alas di tempat-tempat lain. Makanya kenapa saya katakan Lasem sebagai pancer pusatnya. Kawitane wong Jowo dan wong kanung inilah, tak bisa dipisahkan. Jadi jangan heran, petilasan sejarah kebanyakan berada di atas gunung,” beber Suhu Tjoeng.

Suhu Tjoeng mengajak anak-anak muda untuk membedah sejarah Lasem, sehingga tidak mudah terpengaruh, apabila ada oknum-oknum yang memelintir cerita sejarah ingin memecah belah masyarakat.

“Ada yang tidak bertanggung jawab, buat narasi pengin memecah belah. Yuk kita kaji secara dewasa mengenai sejarah Lasem. Setelah kita pelajari secara tekstual, kita turun cek ke lapangan. Kecap, dengar, lihat, hirup dan sentuh sendiri,” imbuhnya.

Museum Sejarah Lasem

Suhu Tjoeng menimpali dirinya sejak malam 1 Syura, mendekati akhir bulan Juni lalu sampai hari Jum’at (03/10) masih berada di Lasem.

Sudah tiga bulan lebih, ia blusukan untuk menambah pengetahuan sejarah Lasem dari banyak narasumber, terutama dari para pegiat yang tergabung dalam komunitas Putra Wayah Lasem. Bahkan ia merasa, Lasem seperti sudah menjadi rumah keduanya.

“Sudah ke Gunung Bugel, Gunung Punjul, yang belum kesampaian Gunung Argo. Mungkin Seminggu lagi baru balik ke Jakarta. Kalau sudah di Lasem, penginnya terus-terusan. Sejarah dan ilmu keleluhuran, bekal penting, karena itu semua adalah identitas. Kalau bukan kita siapa lagi, kalau nggak sekarang, kapan lagi,” lanjut Suhu Tjoeng.

Ia berharap kelak Lasem mempunyai museum sejarah, untuk menampung temuan benda-benda kuno yang saat ini posisinya masih terpisah-pisah.

Tujuannya, supaya masyarakat lebih mudah mengetahui perkembangan Lasem dari masa ke masa.

“Apalagi Lasem ini kan sudah terkenal dengan wong Jawa dan etnis Tionghoa hidup berdampingan dari zaman dulu. Kalau ini didukung dengan keberadaan museum yang menampilkan Lasem secara utuh, tentu akan sangat menarik,” pungkasnya. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan