Rembang – Sekira 50 an nelayan dan pemilik kapal di Kabupaten Rembang, hari Rabu (05 Juni 2024) datang ke gedung DPRD setempat, karena mengeluhkan fenomena harga ikan semakin menurun.
Hal itu diperparah oleh besarnya tunggakan pembayaran ikan nelayan sudah mencapai ratusan Miliar rupiah.
Ketua paguyuban nelayan jaring tarik berkantong (JTB) Bhaita Adhiguna, Lestari Priyanto bahkan menyebut kondisi saat ini sebagai Darurat Nelayan Rembang.
“Tidak bisa dianggap sepele lagi pak, bagi kami sudah sangat darurat,” ungkapnya.
Lestari Priyanto menambahkan sekarang mayoritas kapal sudah berhenti melaut, karena anjloknya harga ikan mengakibatkan antara pendapatan dengan pengeluaran tidak sebanding.
“Sebagian teman-teman kami yang mencoba melaut lagi sesudah Lebaran, hasilnya juga masih minus. Tidak mampu menutup operasional,” kata lestari.
Soal tunggakan pembayaran ikan, ia mengakui hal itu memang masalah klasik. Tapi lama kelamaan semakin parah dan mencapai titik jenuh bagi kaum nelayan.
“Kami pengin tahu, sebenarnya masalahnya apa. Kalau ini terjadi pembiaran, nelayan JTB sudah tidak bisa melaut lagi. Dari hulu sampai hilir pasti akan mengalami dampak yang sama,” tandasnya.
Tanggapan Pabrik
Dalam kesempatan tersebut, hadir pula sejumlah perwakilan perusahaan pabrik pengolahan ikan kelas ekspor yang menampung ikan dari nelayan Kabupaten Rembang.
Mereka mengungkap permintaan ekspor tidak sebanyak tahun-tahun lalu, karena pengaruh perekonomian global serta persaingan harga ikan dengan Vietnam dan India yang lebih murah. Bahkan stok ikan sampai menumpuk di dalam gudang.
Tapi jika penjualan lancar, dipastikan mereka siap membayar kepada pihak penyuplai.
“Misalnya menjelang hari raya kemarin, tempat penyimpanan kami sampai penuh. Bahkan harus mendatangkan kontainer kosong, untuk menampung ikan nelayan. Artinya apa, karena belum bisa terjual. Supplier juga kita datangkan ke pabrik untuk ngecek sendiri, supaya ada keterbukaan. Kita berharap ekspor naik, biar nelayan ikut menikmati,” kata perwakilan Star Food.
Hal senada diungkapkan perwakilan perusahaan lain, PT Kelola Mina Laut (KML) Tuban.
Penurunan ini semakin terasa sejak bulan September 2023 hingga bulan Juni ini. Tapi masih ada harapan, ketika bulan-bulan tertentu, permintaan akan kembali naik.
“September sampai sekarang yang kacau balau. Insyaallah pada bulan September, di negara tujuan masuk musim dingin, kita siapkan dari bulan Juli ini. Soal pembayaran ke supplier, kami siap bayar 100 %, kami tidak ngibul. Kami buka suplai ikan sebanyak-banyaknya,” tandas perwakilan dari KML.
Sementara itu, Usep Suhendar dari Direktorat Usaha Dan Investasi Kementerian Kelautan Dan Perikanan menyatakan pihaknya sangat setuju, nelayan ketika menjual ikannya, bisa segera mendapatkan bayaran.
“Jangan sampai keringatnya sudah kering, baru dibayar beberapa hari atau bulan kemudian, ini merugikan,” kata Usep.
Ia menyarankan transaksi jual beli ikan dari nelayan kepada supplier, jangan hanya mengandalkan kepercayaan. Tapi harus ada bukti lebih jelas, sehingga bisa dipertanggungjawabkan. Termasuk kalau terjadi masalah hukum, nelayan memiliki bukti.
“Ini kan bukan menitipkan barang, tapi menjual ikan. Di dalam setiap jual beli, harus ada hak dan kewajiban, dapat dipertanggungjawabkan. Adakah nota nya, adakah perjanjian tertulis. Kalau misalkan ada supplier kabur, bapak (nelayan) mau nuntut sama siapa,” imbuhnya.
Sedangkan menyangkut keluhan harga ikan menurun, Usep berjanji akan menindaklanjuti di tingkat kementerian.
Nelayan akhirnya mau membubarkan diri. Namun mereka meminta DPRD untuk membantu agar bisa bertemu langsung dengan Menteri Kelautan Dan Perikanan di Jakarta. (Musyafa Musa).