Rembang – Kalangan tukang becak di Rembang mendesak supaya becak motor (Bentor) dapat beroperasi secara legal.
Yahmin, seorang tukang becak dari Desa Gedangan Rembang menyebut seiring dengan perkembangan zaman, perlu adanya pembaruan becak kayuh menjadi becak motor.
Namun ia heran kenapa di daerah lain bisa beroperasi, sedangkan di Kabupaten Rembang dilarang.
“Usul kalau bisa di Kabupaten Rembang dikasih Bentor, di kota lain kan ada pak, tapi kenapa di Rembang kok nggak boleh,” ungkapnya.
Wakil Ketua Komisi E Bidang Kesejahteraan Rakyat DPRD Jawa Tengah, Abdul Aziz mengakui di kota-kota besar seperti Aceh dan Riau, keberadaan becak motor sangat banyak.
Menurutnya, becak motor dibutuhkan masyarakat, karena lebih fleksibel masuk ke gang-gang kecil perumahan.
“Yang jelas ini sektor usaha riil yang sangat dibutuhkan masyarakat luas, termasuk di Rembang. Jadi becak kedepan harus tetap eksis,” kata Aziz.
Terkait pengembangan becak motor, Abdul Aziz sangat mendukung aspirasi tersebut.
“Saya kira tidak masalah, antar tukang becak rembugan, kalau memang aspirasinya disetujui, kenapa tidak. Yang tetap bertahan dengan becak kayuh, kemudian merasa kalah, bisa saja nanti diatur zonasinya,” imbuh pria asal Lasem yang juga menjadi kandidat calon Bupati Rembang ini.
Ancaman Pidana
Sementara itu, Kepala Satuan Lalu Lintas Polres Rembang, AKP Sugito menyampaikan bahwa becak motor dilarang beroperasi di jalan raya untuk mengangkut penumpang, karena dari sisi perakitannya saja sudah melanggar pasal 277 Undang-Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan.
Sifatnya menyeluruh se-Indonesia, bukan antar daerah beda kebijakan.
“Perakitannya Bentor sudah melanggar. Berbeda dengan kendaraan umum yang resmi, sebelum masuk dealer sudah ada uji tipe dan uji kelayakan,” tandasnya.
Pada pasal 277 itu menyebutkan setiap orang yang memasukkan kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi kendaraan bermotor yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam pasal 50 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp 24.000.000,- (dua puluh empat juta rupiah). (Musyafa Musa).