Penolakan Kenaikan Retribusi : Pedagang Bersuara, Pihak Pemkab Rembang Menanggapi
Besaran tarif lama dan tarif baru retribusi pedagang pasar. (Foto atas) Sejumlah pedagang Pasar Rembang membentangkan banner penolakan kenaikan retribusi.
Besaran tarif lama dan tarif baru retribusi pedagang pasar. (Foto atas) Sejumlah pedagang Pasar Rembang membentangkan banner penolakan kenaikan retribusi.

Rembang – Sejumlah kalangan pedagang pasar di Kabupaten Rembang menolak kenaikan tarif retribusi.

Di Pasar Kota Rembang misalnya, mereka ada yang membentangkan banner penolakan.

Ketua Paguyuban Pedagang Pasar Rembang, Sutono menjelaskan pihaknya melakukan hal itu, setelah rapat antar pengurus paguyuban pedagang pasar se-Kabupaten Rembang yang berlangsung di Pamotan. Dalam pertemuan tersebut menyepakati penolakan kenaikan retribusi.

“Atas dasar itu, kemudian kami kembali ke pasar masing-masing. Meminta tanda tangan kepada pedagang pasar, untuk menolak kenaikan retribusi dan memasang banner penolakan,” tuturnya.

Sutono beralasan kenaikan retribusi tidak tepat waktunya, karena kondisi pasar semakin lesu belakangan ini.

“Situasi pasar betul-betul sepi saat ini. Pemerintah jangan hanya mengejar target, tapi harus melihat kondisi rakyat. Saya rasa kurang tepat waktunya,” kata mantan Kepala Desa Tasikharjo Kecamatan Kaliori ini.

Alasan lain, sarana pra sarana di pasar belum memadai. Ia mencontohkan saluran air di Pasar Rembang yang tertutup tanah dan sampah, belum ada penanganan. Akibatnya kalau hujan deras, sering terjadi genangan air, sehingga mengganggu kenyamanan.

“Ok lah kalau mau menaikkan retribusi di pasar, mohon fasilitas juga harus diperhatikan. Tapi untuk saat ini kami menolak kenaikan retribusi,” tandasnya.

Paguyuban Pedagang Pasar telah mengajukan permohonan audiensi kepada DPRD Rembang, guna menyikapi masalah ini. Jawaban dari pihak dewan, audiensi baru akan digelar setelah Pemilu 14 Februari.

Tanggapan Pemkab Rembang

Dihubungi terpisah, Kepala Bidang Pasar Dan Pedagang Kaki Lima Dinas Perdagangan Koperasi Dan UKM Kabupaten Rembang, Heri “Marco” Martono menanggapi kenaikan retribusi bagi pedagang pasar tidak asal memutuskan.

Tapi mendasarkan pada kemunculan Undang-Undang tentang tata kelola keuangan daerah. Tidak hanya retribusi pasar, tapi retribusi di sektor lain, hampir semua mengalami kenaikan.

“Tidak hanya di Rembang yang naik, semua juga naik mas. Di Jepara, Sragen, Pekalongan dan daerah-daerah lain juga naik, karena kita dikasih target yang sangat tinggi,” beber Heri.

Khusus retribusi pasar, acuannya adalah Peraturan Kementerian Perdagangan.

Disebutkan bahwa kelas pasar terbagi dalam kelas 1, kelas 2, kelas 3 dan kelas utama, dengan besaran retribusi yang berbeda.

Penentuan kelas menyesuaikan beberapa aspek, seperti luas pasar maupun jumlah pedagangnya.

Pasar Rembang termasuk kelas 1, dengan objek pedagang yang menempati kios, los dan pelataran.

Tarif pedagang di kios pasar kelas I, dari Rp 350 menjadi Rp 500 per meter persegi tiap hari.

Kemudian kios pasar kelas II dari Rp 200 menjadi Rp 350, kios pasar kelas III dari Rp 150 menjadi Rp 250.

Selanjutnya untuk los pasar kelas I, dari Rp 250 menjadi Rp 300, los pasar kelas II dari Rp 200 menjadi Rp 250, los pasar kelas III dari Rp 150 menjadi Rp 200.

Sedangkan pedagang pelataran pasar kelas I dari Rp 200 menjadi Rp 250, pelataran pasar kelas II dari Rp 150 menjadi Rp 200, pelataran pasar kelas III tetap Rp 150 per Meter persegi setiap hari.

“Kami sudah melakukan sosialisasi jauh-jauh hari, yang harus dipahami ada pasar-pasar yang naik kelas. Pasar Sedan dulu kelas 3, harusnya bisa naik kelas 1. Tapi karena sejumlah pertimbangan, naik ke pasar kelas 2, setingkat dulu,” ungkapnya.

Ia menimpali untuk pedagang di los dan pelataran tidak masalah atau sudah menyesuaikan kebijakan pemerintah dengan tarif yang baru. Namun untuk pedagang kios, menurutnya terjadi penolakan.

“Tapi hasil pantauan kami di lapangan, nggak semua pedagang kios menolak. Ada juga yang ikut-ikutan, karena pekewuh dengan rekannya sesama pedagang. Kami nggak saklek dengan aturan, karena kalau saklek, kenaikannya lumayan banyak,” imbuh Heri.

Heri menyampaikan Dindagkop Dan UKM terus memantau perkembangan dinamika di tingkat pedagang pasar.

Pedagang ada yang sudah membayar dengan tarif baru, ada pula yang masih tarif lama. Tapi per 01 Februari 2024, tarif baru diberlakukan secara keseluruhan.

“Tarif baru harusnya sudah berlaku per 01 Januari lalu, kami akan terus pantau melalui kepala pasar masing-masing, sejauh mana perkembangannya,” pungkasnya. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan