

Rembang – Pihak pelaksana kegiatan Program Pembangunan Rumah Sistem Sponsorship (PPRSS) dengan bantuan Rp 240 Juta per titik, menanggapi santai apabila ada keraguan dari masyarakat. Bahkan muncul pula tudingan penipuan.
Koordinator PPRSS se-Eks Karesidenan Pati, Marjuki mengaku kerap mendapatkan pertanyaan miring, menyangkut program tersebut.
Apalagi uang Rp 240 Juta tergolong cukup besar, diwujudkan Rp 150 Juta untuk pembangunan rumah, Rp 40 Juta berupa bantuan minyak goreng dan bantuan tunai modal usaha Rp 50 Juta.
“Kalau orang yang tidak ngerti, ya wajar. Ada yang bilang kalau cair, potong tangan saya, macam-macam pokoknya. Dianggap menipu, silahkan, yang penting saya tidak ingin menipu masyarakat. Kalau masih ragu, pak Dirut PPRSS juga siap menjelaskan,” ungkapnya.
Baginya ketika semua dilandasi rasa ikhlas, akan mendapatkan balasan dari Yang Maha Kuasa. Soal dari mana asal usul anggaran, ia menyebut dana CSR perusahaan, tanpa memberikan penjelasan lebih ditail.
“Yang penting lillahi ta’ala. Kalau ditanya siapa yang memberi, ini rahasia perusahaan. Wong kita ikhlas kok, kenapa harus diomong-omongkan,” kata Marjuki.
Pria warga Desa Randuagung Kecamatan Sumber ini membenarkan peserta PPRSS mentransfer biaya Rp 2,5 Juta per orang, untuk mengaktifkan saldo virtual account. Di Kabupaten Rembang sudah ada 87 orang yang mendaftar.
Ia bahkan siap mengembalikan uang Rp 2,5 Juta, jika akhirnya terjadi penipuan.
“Saya berani mengembalikan 2,5 Juta kali 87 orang, kalau dianggap abal-abal dan penipuan. Ada anggapan, itu paling yang dibangun rumahnya hanya 1 atau 2, yang lainnya nggak dibangun. Ya silahkan nggak apa-apa, sekali lagi niat saya membantu masyarakat,” imbuhnya.
Hingga saat ini ada 2 rumah yang sudah dibedah melalui program PPRSS, meliputi 1 unit di Desa Mondoteko Rembang dan 1 unit di Desa Sambiyan Kecamatan Kaliori.
Lalu kapan untuk pembangunan rumah lainnya ? Marjuki menyebut tergantung kelincahan kontraktor/pemborong yang menangani.
“Kontraktornya lincah atau tidak. Jumlahnya kan lebih dari 1 kontraktor, ada yang dari Kudus, Semarang maupun daerah lain. Rencananya 1 kontraktor akan dikasih 20 titik. Lha ini kan sudah diverifikasi, tinggal perjalanan administrasi. Proses administrasi ada yang lancar, ada yang tidak,” terangnya.
Dalam memilih kontraktor yang menggarap rumah, pihak PPRSS juga hati-hati. Umumnya menggunakan sistem silang, artinya dicoba mengerjakan rumah keluar daerah dulu. Kalau terbukti bagus, kemudian bisa ditarik ke daerah sendiri.
“Misal kontraktor dari Rembang dikasih jatah menggarap rumah di Kudus, silang. Yang dari Kudus di Rembang. Kalau di luar daerah kok bagus kualitasnya, nanti diagendakan menangani di daerah sendiri. Kita harus hati-hati mas,”ucapnya.
Menyangkut alasan kenapa program ini tidak melibatkan instansi pemerintah, Marjuki beralasan tak ingin menghadapi birokrasi yang rumit.
”Kalau pemerintah, biasanya harus tanda tangan sana, tanda tangan sini. Kita nggak ingin seperti itu,” pungkas Marjuki. (Musyafa Musa).