Dari Situbondo Ke Rembang, Kedatangan Kapal Arimbi Yang Selalu Dinanti
Nahkoda kapal Arimbi, Marcel William memantau kondisi perairan, saat membongkar muatan gas di Pelabuhan Rembang.
Nahkoda kapal Arimbi, Marcel William memantau kondisi perairan, saat membongkar muatan gas di Pelabuhan Rembang.

Sluke – Dibalik gas elpiji 3 Kg bersubsidi yang digunakan masyarakat, terselip kisah perjuangan para anak buah kapal (ABK) melintasi samudera, untuk mengirimkan gas elpiji menuju pelosok negeri.

Salah satunya dengan menggunakan kapal Arimbi, kapal pengangkut gas pertama milik Pertamina berbobot 5.000 Gross Ton. Kapal yang beroperasi sejak tahun 2011 tersebut memiliki jam berlayar cukup tinggi, bahkan sudah hampir pernah melintasi seluruh perairan Indonesia.

Kini kapal Arimbi lebih sering melayani pengiriman gas dari Pelabuhan Kalbut Situbondo Jawa Timur, menuju Pelabuhan Rembang Jawa Tengah di Desa Sendangmulyo Kecamatan Sluke.

Sekali jalan, kapal yang diawaki 19 personil laki-laki dan 2 ABK wanita ini membawa gas sebanyak 2.500 Metrik Ton.

Gas kemudian dialirkan dari dermaga pelabuhan melalui pipa, ke lokasi Terminal Elpiji di seberang jalan selatan pelabuhan. Setelah itu, baru dikirim ke daerah Pantura Jawa Tengah, kawasan Solo Raya dan sebagian Tuban Jawa Timur, dengan menggunakan armada truk tangki.

Marcel William, nahkoda kapal Arimbi mengaku berlayar di Laut Utara memiliki tantangan tersendiri. Selain cuaca buruk saat musim angin baratan, ada pula banyaknya jaring nelayan yang dipasang.

“Dibandingkan Laut Selatan, Laut Jawa (utara) ombaknya lebih landai. Laut Jawa juga tidak sedalam Laut Selatan, tapi di sini kalau berlayar dekat dengan pinggir pesisir, banyak jaring nelayan. Ya yang terpenting dengan kemampuan kita, penyaluran elpiji bisa sampai dengan aman, “ tandasnya.

Pria berdarah Manado yang tinggal di Jakarta ini menambahkan selama membongkar muatan gas, faktor keselamatan menjadi prioritas utama.

Misalnya saat bersandar di pelabuhan, kecepatan angin betul-betul diperhatikan. Manakala kecepatan angin melebihi 20 knot, biasanya penyaluran gas akan dihentikan. Apalagi jika sudah melampaui 30 knot, kapal harus segera lepas dari dermaga.

“Pernah kapal ini mengalami 4 tali jangkar putus di Pelabuhan Rembang, karena ombak besar dan angin kencang. Utamanya saat angin baratan, kekuatan tali jangkar benar-benar diuji. Kita bongkar di sini (Rembang) butuh waktu 4 – 5 hari, “ imbuh Marcel.

Hari-hari Marcel dan ABK dilalui bersama Kapal Arimbi. Dalam setahun, mereka mendapatkan jatah cuti 40 hari, umumnya diberikan dua tahap. Jauh dari keluarga, salah satu konsekuensi yang disadari betul oleh para pelaut.

Terlepas dari sejumlah tantangan itu, Marcel bangga bisa ikut ambil bagian dalam proses distribusi gas subsidi yang bermanfaat bagi sektor rumah tangga dan pelaku usaha mikro. Ia berharap agar subsidi tepat sasaran.

“Kita senang bisa melayani masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya, “ pungkasnya. (Musyafa Musa).

News Reporter

Tinggalkan Balasan