Rembang – Harga beras yang melonjak cukup tinggi, mengakibatkan warga Kabupaten Rembang terdampak, utamanya bagi kalangan menengah ke bawah yang tidak menanam padi sendiri.
Markum, seorang perangkat desa Jatihadi Kecamatan Sumber mengatakan di kampungnya harga beras kelas sedang (medium) mencapai Rp 11.000 per Kg. Padahal sebelumnya pada kisaran Rp 9.000 per Kg. Kondisi itu mengakibatkan pengeluaran masyarakat membengkak.
“Harga beli di tingkat penggilingan padi segitu, “ ujarnya, Jum’at (03/02).
Ia menduga faktor banyaknya lahan pertanian di sentra padi Kabupaten Pati yang terendam banjir, memicu kenaikan harga beras. Apalagi harga pupuk juga mahal, kemungkinan turut berpengaruh.
“Kabupaten Pati daerah tetangga sama kita, kalau kondisi normal, beras banyak dipasok dari sana, “ kata Markum.
Markum menambahkan beban warga bertambah berat, ketika harus menanggung sumbangan orang punya kerja (buwoh). Umumnya, warga saat menyumbang, berupa beras.
“Kalau beras naik seperti ini disiasati gimana, ya sulit. Kalau sudah pernah dapat beras, istilahnya mengembalikan buwohan ya pakai beras, sudah adat istiadatnya begitu. Atau kadang diganti pakai gula pasir, “ imbuhnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Perdagangan Koperasi Dan UKM Kabupaten Rembang, Mahfudz membenarkan kenaikan harga beras. Bahkan saat ini sudah melampaui harga eceran tertinggi (HET).
“HET nya (beras medium) Rp 9.450 tapi di masyarakat kisaran Rp 10 – 11 Ribu, “ bebernya.
Ia membeberkan stok beras di Kabupaten Rembang sebenarnya cukup. Namun faktor dari luar daerah, ikut mendorong kenaikan harga di Kabupaten Rembang.
“Infonya banyak pedagang beras dari Pati, justru banyak membeli beras di Rembang. Kita tetap berupaya mengendalikan harga beras, karena beras berkontribusi terbesar dalam peningkatan angka inflasi, “ terang Mahfudz.
Mahfudz menambahkan pemerintah pusat sudah menyiapkan beras impor. Namun belum diluncurkan ke daerah-daerah.
Apabila Pemkab Rembang mau menerima, dipersilahkan untuk mengajukan. Tapi ia menilai Kabupaten Rembang belum perlu memperoleh beras impor, karena dikhawatirkan akan menambah masalah baru.
“Kita masih anggap kebutuhan beras masih bisa dicukupi dari hasil pertanian kita. Sejauh ini belum ada rencana untuk operasi pasar, “ tandasnya.
Sedangkan stok beras di Bulog Rembang, pada bulan Desember 2022 sekira 1.500 ton, kemudian menjelang akhir bulan Januari 2023 tinggal 80 an ton.
“Ini peluang bagi petani dan mitra-mitra Bulog untuk bisa mengisi gudang Bulog dari hasil pertanian kita sendiri, “ kata Mahfudz.
Menurutnya, masa panen raya diperkirakan berlangsung bulan Februari – Maret mendatang. Ia optimis nantinya harga beras akan berangsur-angsur turun. (Musyafa Musa).