

Rembang – Para pengusaha angkutan di Kabupaten Rembang merasa keberatan dengan sejumlah peraturan.
Mereka yang mayoritas berasal dari Kecamatan Lasem mendatangi gedung DPRD Rembang, hari Kamis (05/01), untuk menyampaikan aspirasi.
Pertama, tentang surat rekomendasi untuk keperluan perpanjangan STNK. Semula 5 tahun sekali, tetapi sekarang menjadi setahun sekali. Itupun harus diurus ke Semarang, sehingga memakan waktu, biaya dan juga tenaga.
Kedua, tentang perbedaan pajak angkutan barang di Jawa Tengah dengan provinsi lain, seperti Jawa Barat dan Jawa Timur. Hal itu turut dipertanyakan apa penyebabnya.
Heru Karyanto, seorang pengusaha angkutan asal Lasem mengatakan dari dulu pihaknya menanggung banyak aturan, seolah-olah seperti menjadi sapi perah.
“Saya punya trailer, BBN Rembang dipajeki 1 Juta per tahun, di Surabaya, Jakarta nggak ada. Kalau truk saya 20, sudah rugi Rp 20 Juta per tahun, bagaimana saya mau maju. Coba kalau bapak dibegitukan, rasanya kayak apa, “ tuturnya.
Heru menyebut tak heran truk barang yang melintas di jalur Pantura, rata-rata berplat L (Surabaya), B (Jakarta) dan D (Bandung).
“Mengapa begitu, karena pengusahanya (di sini) tidak didukung. Coba dicek saja, “ kata Heru dengan nada tinggi.
Ia mendesak pemerintah jangan membuat peraturan tanpa pertimbangan, karena dampaknya akan meluas, termasuk kepada kalangan sopir. Apalagi di wilayah Kabupaten Rembang, banyak warga yang bekerja sebagai sopir.
“Ini bukan untuk kepentingan saya, tapi kepentingan Rembang khususnya, Jawa Tengah pada umumnya, “ tandasnya.
Wakil Ketua DPRD Rembang, Ridwan berpendapat surat rekomendasi dari instansi terkait setahun sekali untuk perpanjangan STNK, akan memberatkan pengusaha angkutan. Ia setuju apabila dikembalikan seperti ketentuan semula, pengurusan surat rekomendasi 5 tahun sekali.
“Pengusaha angkutan ya bilang kalau perlu tidak ada surat rekomendasi. Bayar pajak tahunan, sudah selesai. Tapi kalau memang tetap diperlukan, mintanya 5 tahun sekali. Setahun sekali moro Semarang, keberatan. Syukur lagi ndak usah ke Semarang, tapi bisa diurus di Rembang, “ ungkapnya.
Khusus masalah ini, ia menerima informasi sudah ada rancangan perubahan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Penyelenggaraan Perhubungan. Ia berharap desakan dari pengusaha angkutan dapat diakomodir, sehingga tidak terlalu membebani mereka.
“Kalau sampai 2 Minggu kedepan belum ada perubahan apa-apa, maka kami dari DPRD akan ke Semarang untuk menghadap pak Gubernur. Poinnya, tuntutan pengusaha angkutan bisa dikabulkan, agar tidak terlalu berat beban rakyat ini, “ ucap Ridwan.
Sedangkan masalah pajak yang menurut pengusaha angkutan, Jawa Tengah dianggap lebih tinggi, menurutnya masalah tersebut kewenangan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah. Ia sempat berkomunikasi melalui pesan WhatsApp dengan Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Gubernur menyampaikan hal itu akan ditelaah terlebih dahulu.
“Kalau Jatim, Jabar informasi dari pengusaha cuma 10 %, kenapa sich Rembang lebih tinggi 12 %. Pengusaha minta mbok ora usah aneh-aneh, cukup kono piro, kene piro, syukur luwih ngisor. DPRD pasti akan backup dua masalah ini sampai clear di level provinsi. Saya juga sudah WA Gubernur, akan ditelaah katanya, “ terangnya.
Ridwan menekankan masalah ini tidak hanya wewenang Pemprov Jawa Tengah, tetapi juga melibatkan unsur kepolisian. Ia meminta kepada pengusaha angkutan untuk bersabar, sambil menunggu perkembangan lebih lanjut.
“Pihak-pihak terkait di tingkat provinsi juga akan menggelar rapat, setelah ada usulan dari Rembang. Keputusannya seperti apa, nanti kita pantau bersama, “ pungkas politisi PDI Perjuangan dari Desa Kebloran Kecamatan Kragan ini. (Musyafa Musa).