Rembang – Warga miskin di Kabupaten Rembang turun. Pada tahun 2021 sebesar 15,80 % atau setara dengan 101.400 jiwa, sedangkan tahun 2022 menjadi 14,65 % (94.560 jiwa) atau turun 1,15 %.
Ketua Tim Koordinasi Percepatan Penanggulangan Kemiskinan sekaligus Wakil Bupati Rembang, M. Hanies Cholil Barro’ menjelaskan penurunan tersebut sudah sesuai rencana, karena setiap tahun ditargetkan turun minimal 1 persen.
“Sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah daerah (RPJMD). Sampai tahun 2025, angka kemiskinan targetnya 12 %, “ ujarnya, Sabtu malam (31/12).
Ia menyebut masalah data masih menjadi kendala utama, karena Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang selama ini sebagai acuan, masih harus diverifikasi lagi, supaya lebih akurat.
“Tapi kawan-kawan di Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) membangun sebuah sistem yang lumayan membantu, namanya Sistem Informasi Manajemen Penanggulangan Kemiskinan (Simnangkis). Salah satu fungsinya untuk verifikasi data kemiskinan, “ imbuh Wabup yang akrab dipanggil Gus Hanies ini.
Gus Hanies mengakui dari 9 indikator kemiskinan, masalah rumah tidak layak huni (RTLH), terlihat paling menonjol secara kasat mata. Maka kedepan RTLH tetap menjadi prioritas utama penanganan.
Di samping indikator kemiskinan lainnya, seperti kepala rumah tangga tidak bekerja, anak tidak sekolah, anak stunting, listrik maupun penyakit kronis.
“Kalau penyakit kronis, sudah tertangani melalui kawan-kawan di Puskesmas. Begitu pula stunting, kita keroyok bareng-bareng. Jadi per indikator, kita sasar langsung. Tapi memang yang paling nyolok di depan mata, ya rumah tidak layak huni (RTLH), “ terangnya.
Ia mencontohkan pada program percontohan penanganan kemiskinan ekstrim 5 kecamatan selama tahun 2022, yang meliputi Kecamatan Pancur, Pamotan, Sarang, Kragan dan Kecamatan Sumber, baru sekira 104 unit rumah tidak layak huni yang berhasil dibedah, sedangkan sisanya masih ada 500 an RTLH.
“Ini baru 5 kecamatan yang menjadi percontohan penanganan kemiskinan ekstrim lho. Belum lagi di kecamatan-kecamatan lain, RTLH masih banyak, “ ungkapnya.
Disebut miskin ekstrim, apabila pendapatan per kapita keluarga tersebut per hari di bawah Rp 12 Ribu atau Rp 360 Ribu per bulan. Jenis kemiskinan semacam ini yang akan ditangani terlebih dahulu.
“Miskin atau miskin ekstrim sebenarnya sama saja, datanya juga menjadi satu. Tapi kita petakan kemiskinan ekstrim, agar bisa diintervensi lebih cepat, “ tandasnya.
Setelah tahun 2022 ada 5 kecamatan, nantinya di tahun 2023 juga ada 5 kecamatan lain yang menjadi sasaran penanganan kemiskinan ekstrim, kemudian 4 kecamatan di tahun 2024 mendatang.
“Yang 2023 saya belum dapat informasi kecamatan mana saja, soalnya yang menentukan dari pihak Provinsi Jawa Tengah, “ beber Gus Hanies.
Menurut Wakil Bupati, kebijakan kedepan masih berkutat pada penataan rumah tidak layak huni (RTLH), sebagai bagian penting menurunkan angka kemiskinan.
Ia menimpali kekuatan anggaran daerah terbatas, sehingga masih harus menggantungkan bantuan dari provinsi, pusat maupun dana CSR sektor swasta.
“Akan lebih banyak komunikasi antara Pemkab Rembang dengan pihak-pihak lain, untuk menangani RTLH. Selain RTLH, juga masalah-masalah pokok lain, yang membutuhkan semangat kekompakan dari semua organisasi perangkat daerah (OPD), “ pungkas Wabup.
Begitu pula dengan optimalisasi penggunaan dana desa untuk penataan RTLH, nantinya akan semakin didorong, supaya lebih maksimal. (Musyafa Musa).