Rembang – Masalah proses perizinan kapal menjadi sorotan kaum nelayan, ketika berlangsung sarasehan bersama Asosiasi Nelayan Dampo Awang Bangkit di Aula Hotel Gajah Mada Rembang, hari Selasa (09/08).
Musyafak, salah satu pemilik kapal di Rembang mengaku sudah 9 bulan kapalnya tidak bisa melaut, karena terlalu banyak mengurus izin.
“Rasanya menangis pak, karena belum ada satupun kapal yang bisa berangkat melaut. Bayangkan, 9 bulan, “ ujarnya.
Ia menganggap kondisi itu tidak selaras dengan arahan Presiden Joko Widodo yang menghendaki jangan terlalu banyak aturan, yang akhirnya justru menjerat sendiri.
“Kenapa sekarang banyak aturan. Dokumen kapal ada gross akta, Pas besar, kelaikan, radio. Belum lagi di KKP, ada SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan), kelaikan, semua butuh syarat. Kalau dihitung semua ada 50 lebih, “ keluh Musyafak.
Menurutnya, ketika izin mengurus secara online, diklaim lebih cepat. Tapi kenyataannya tetap saja lama, kemungkinan bisa sampai 1 tahun.
“Kata pak Presiden setengah jam. Selesai apanya setengah jam, setahun ini. Kenapa kok nggak dibuat simpel seperti kendaraan, pakai STNK, BPKB. Pengusaha kapal yang SD saja nggak lulus, cuma piya piye, jan-jane iki negoro opo, sampai begitu, “ urainya.
Padahal saat ini, pengusaha kapal tidak hanya menanggung beban keluarga dan karyawan, tetapi juga beban hutang perbankan.
“Sebenarnya saya menjerit pak, tapi menjerit dengan siapa. Hanya Allah yang tahu. Uang bulanan sudah mau habis, paribasane nggak kelar mangan ini. Saya mohon ini disikapi serius pak, “ tutur Musyafak.
Nelayan lain dari Desa Pasar Banggi, Rembang, Lilik Sudarsono menyampaikan keluhan serupa. Ia menceritakan melakukan dana patungan untuk membeli kapal, dengan sejumlah tetangga dan saudaranya.
“Ada 10 orang, terkumpul uang Rp 1 M lebih, untuk beli kapal, “ ucapnya.
Tapi seiring perkembangan waktu, tidak sesuai prediksi. Sudarsono menyebut tiap berangkat melaut, justru kapal selalu merugi.
“Tidak sesuai pikiran saya. Kapal berangkat, minus Rp 100 Juta, kapal berangkat minus Rp 50 Juta, berangkat lagi minus Rp 25 Juta, terus menerus, “ keluh Sudarsono.
Hingga akhirnya bangkrut, lantaran kapal rusak dihantam ombak besar. Dengan penderitaan semacam ini, ia berharap pengusaha kapal jangan dibebani banyaknya aturan perizinan.
“Ini uang bank semua pak, nelayan sudah lelah, tolong pak tolong. Kita sudah dioyak-oyak bank, diuber-uber, sampai rumah mau disita. Kenapa surat saja kok dipersulit, “ terangnya.
Kepala Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Tasikagung, Rembang, Yunus Mintarso menanggapi aturan perizinan berasal dari tingkat pusat, sedangkan pihaknya di tingkat daerah, tinggal melaksanakan saja.
“Perizinan dibagi dua, izin kapal di bawah bobot 30 GT kewenangan provinsi. Untuk kapal 30 GT ke atas, ranah pemerintah pusat. Kalau perizinan dirasa sulit, bisa kita koordinasikan lebih lanjut, “ paparnya.
Yunus menambahkan di Kabupaten Rembang terdapat kearifan lokal, yakni pengurus nelayan. Pengurus inilah yang bisa menjadi jembatan, untuk membantu mengurus perizinan.
“Karena faktanya di perikanan tangkap masih konsep tradisional. Artinya dengan perkembangan informasi, beliau-beliau kurang begitu paham. Jadi pengurus harus mengupdate informasi, untuk disampaikan kepada pemilik kapal, “ ujar Yunus.
Yunus memperinci di Kabupaten Rembang ada 149 kapal mini purse seine yang masa berlaku surat izin penangkapan ikan (SIPI) nya, akan habis.
“Ini juga banyak yang mengeluh rumit ngurus izin. Harapan kami, pengurus kapal bisa membantu menjembatani. Alhamdulillah, sudah ada yang berhasil menguruskan izin, “ kata Yunus.
Selain itu, juga ada 92 kapal jaring tarik berkantong (JTB) baru. 80 lebih sudah keluar surat izin usaha perikanan (SIUP) nya. Tinggal nantinya dilanjutkan dengan cek fisik dan penerbitan sertifikat kelaikan kapal perikanan (SKKP).
“Monggo yang mau mengurus izin secara online, bisa datang ke aula kantor pelabuhan. Ada wifi, pengurus bisa langsung online, “ pungkasnya.
Sementara itu, pihak kepolisian yang turut hadir dalam sarasehan tersebut mengajak para nelayan untuk selalu tertib aturan dan menjaga situasi Kamtibmas, agar tetap kondusif. Lebih-lebih dalam menghadapi Pemilu 2024 mendatang.
Jika ada keluhan, termasuk tentang perizinan, nelayan disarankan segera mengkomunikasikan kepada instansi terkait.
Di bagian akhir sarasehan, kelompok nelayan mendapatkan bantuan pelampung, untuk sarana keamanan saat melaut. (Musyafa Musa).