

Rembang – Salah satu profesi yang terdampak akibat penularan penyakit mulut dan kuku (PMK) di Kabupaten Rembang adalah pedagang sapi atau lebih dikenal dengan sebutan polang.
Salah satunya dialami Suntari, warga Desa Bangunrejo Kecamatan Pamotan.
Ia menceritakan hari Selasa terakhir menjelang tutupnya Pasar Hewan Pamotan, dirinya sempat membawa pulang seekor sapi dagangan ke rumah.
Tak tahunya sapi tersebut diduga kuat sudah terpapar penyakit mulut dan kuku, sehingga menularkan ke ternak sapi lain miliknya. Termasuk sapi milik adik dan kakaknya.
“Sapi milik saya kan bunting tua, baru saja melahirkan anak jantan. Anak jantan mati. Punyanya kakak saya dua ekor anak sapi (pedhet-Red) juga mati, “ ungkapnya.
Penanganan menjadi serba sulit, ketika sudah menyebar cepat semacam itu. Jika hanya mengandalkan beli obat dari toko, menurutnya menghabiskan banyak pengeluaran.
“Beli obat terus ya menghabiskan uang, padahal cari uang sulit, “ kata Suntari.
Selama berhenti sementara dari aktivitas berdagang sapi, Suntari memilih menekuni profesi lama, menggarap sawah. Itu pun tak terlalu membuahkan hasil memuaskan, karena tanamannya terendam air, akibat curah hujan tinggi.
“Jadi wong tani nyoro pak, tanaman krambyang air. Mengak-mengik ini. Kalau saya mungkin masih sedikit ada, tapi yang bawahnya saya, tambah nyoro leh pak, “ imbuhnya.
Suntari menambahkan ketika menjadi polang sapi dan situasi pasar masih normal sebelum wabah PMK melanda, dalam setiap kali pasaran, bisa meraup penghasilan antara Rp 1- 3 Juta. Namun ada kalanya juga minus, karena kondisi pasar tidak menentu.
“Ya kadang lumayan buat belanja sehari-hari sampai pendhak pasaran. Tapi kadang ya minus, namanya orang berdagang pak, “ tutur Suntari.
Begitu PMK merebak, ia sendiri tak banyak keliling kampung mencari dagangan, karena hanya akan menghabiskan ongkos transport. Kesibukannya beralih pada merawat ternak sapi agar sembuh dari PMK dan bercocok tanam.
“Kalau ngluyar-ngluyur, malah ngentekke duwit untuk bensin sama ngopi, “ keluhnya.
Kondisi ini jauh berbeda, apabila dibandingkan sebelum ada PMK. Jaringan antar pedagang yang tersambung dengannya tergolong lumayan. Mulai dari Juwana, Pati hingga Semarang. Intensitas jual beli cukup tinggi.
“Apalagi setelah pasar hewan tutup, kita orang kecil ya manut saja sama pemerintah, nggak berani slonang-slonong, “ pungkas Suntari.
Suntari berharap ada langkah-langkah komprehensif, dalam penanganan PMK di Kabupaten Rembang maupun daerah sekitar. Ia tak bisa membayangkan jika berlarut-larut, karena sudah pasti pekerjaan polang sapi akan semakin terancam.
Polang Tetap Bertahan, Ditengah Kesulitan
Semenjak wabah penyakit mulut dan kuku (PMK), transaksi jual beli ternak sapi di Kabupaten Rembang, mengalami penurunan sangat tajam. Kebanyakan petani lebih senang menyimpan uangnya dulu, ketimbang digunakan untuk membeli sapi.
Guswanto, seorang pedagang sapi warga Dusun Setro Desa Sendangagung Kecamatan Kaliori mengamati pembelian sapi di tingkat petani, nyaris tidak ada.
Penyebabnya, khawatir sapi yang dibeli terpapar PMK, kemudian menularkan virus. Rata-rata mereka menunggu kondisi aman, baru berani membelanjakan uangnya.
“Kalau petani punya uang ingin beli sapi, ya dipending dulu. Uangnya ditabung, sambil mencermati perkembangan wabah PMK seperti apa, “ ungkapnya.
Kalaupun terjadi transaksi, biasanya sapi-sapi gemuk yang dibeli oleh pejagal, selanjutnya dijual dalam bentuk daging. Padahal untuk daerah Desa Sendangagung dan sekitarnya, jarang ada sapi-sapi gemuk.
Kondisi tersebut berdampak pada aktivitasnya sebagai polang (pedagang-Red) sapi.
“Paling banyak sapi-sapi di sini kan dirawat biar punya anak. Kalau digemukkan jarang. Jadi intensitas jual beli, turun tajam. 1 banding 5, dibandingkan sebelum ada PMK, “ terang pria alumni SMA N II Rembang ini.
Guswanto menambahkan sebelum wabah PMK, biasanya ia membawa sapi dagangan rata-rata 10 ekor setiap kali pasaran. Namun ketika terakhir kali membawa sapi ke Pasar Hewan Ngulakan Kecamatan Jaken, Pati, hanya kisaran 2 – 3 ekor.
“Pasar hewan yang jadi andalan ya Ngulakan itu, barang dagangan yang saya bawa berkurang banyak, “ ucapnya.
Lantaran lebih sering menganggur di sektor perdagangan sapi selama wabah PMK, Guswanto mengisi waktu luangnya dengan bertani, menggarap lahan persawahan di kampungnya.
“Kalau polang, umumnya ya nggak murni polang sapi mas. Saya sendiri ini ya nyambi nggarap sawah, tapi kemarin coba nanam tembakau juga gagal, tembakaunya klelep air, “ kata Guswanto.
Hingga saat ini, Pasar Hewan Pamotan dan Kragan masih ditutup total oleh Pemkab Rembang. Penyebaran PMK yang cukup mengkhawatirkan menjadi alasan utama, kenapa dua pasar hewan tersebut belum dibuka kembali. (Musyafa Musa).