Rembang – Bagi anda warga Kabupaten Rembang, mungkin sudah tidak asing lagi dengan kuliner bakso “Goyang Lidah”. Pasalnya, bakso ini termasuk salah satu yang tertua, karena sudah berjualan lebih dari 50 tahun.
Menarik ya..Ikuti perjuangan H. Paidi, pemilik bakso “Goyang Lidah” dalam kisah inspiratif berikut ini.
Haji Paidi sebenarnya asli daerah Nguter Kabupaten Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah. Ia bersama ayahnya, Alm. Karso kali pertama masuk merantau di Kota Rembang, tahun 1966.
Awalnya Paidi dan sang ayah berjualan es puter keliling. Namun karena sering tidak laku, akibat curah hujan tinggi kala itu, Paidi memutuskan untuk beralih jualan bakso tahun 1969.
“Saya rasakan jualan es puter kok nggak begitu laku, saya lalu banting setir jualan bakso. Saya belajar dari seorang kenalan, “ ujarnya.
Ketika siang, ia keliling memikul gerobak baksonya di sekitar Pasar Rembang. Malam harinya, berjualan di dekat Pondok Pesantren Roudlotut Thalibin Leteh Rembang.
Waktu itu, Paidi menjual bakso semangkok hanya seharga lima rupiah. Tentu berbeda dengan sekarang yang sudah Rp 12 Ribu per porsi.
Setahun kemudian, tepatnya 1970, Bakso Goyang Lidah membuka warung pertama di dekat Perempatan Jaeni atau depan Toko Ping. Lama kelamaan semakin laris, setelah itu membuka cabang di depan Pasar Penthungan tahun 1982 sampai sekarang.
Seiring perkembangan waktu, warung di Perempatan Jaeni tergusur, Paidi kini fokus berjualan bakso di depan Pasar Penthungan, dekat lampu pengatur lalu lintas.
“Dulu itu yang jualan bakso di Rembang sangat sedikit, bisa dihitung jari. Sekarang kan sudah banyak. Kalau dulu usaha saya ramai, ya sekarang nggak ramai tapi lumayan, “ imbuh Paidi tertawa.
Dari profesi berjualan bakso, Paidi mampu menghidupi keluarga. Bahkan tiga orang anaknya bisa kuliah sampai meraih gelar sarjana. Ia juga bersyukur mendapatkan kesempatan menunaikan ibadah haji ke tanah suci di tahun 2007.
“Bisa biayai sekolah, bisa naik haji alhamdulilah, semua dari jualan bakso, “ ungkapnya.
Paidi di tahun 2022 ini sudah genap berusia 74 tahun, namun masih sehat dan tampak awet muda. Ditanya soal tipsnya bisa awet muda, pria tiga anak dengan 6 cucu ini menanggapi hidup harus banyak humor. Hari-harinya tidak lepas dari bercanda, terutama dengan para pembeli yang mampir ke warungnya.
“Pokoknya guyon-guyon, apa saja bisa jadi bahan guyonan. Yang muda, yang tua, saya mengikuti topiknya, “ imbuh H. Paidi.
Paidi sendiri cukup lama tinggal di Kebalen Kelurahan Kutoharjo. Ia kemudian pindah ke sebuah rumah di selatan Pasar Penthungan, sedangkan rumah Kebalen ditempati anak-anaknya.
Bagi Haji Paidi, hidup harus dijalani dengan semangat bekerja, tapi dalam hati tetap santai dan selalu bersyukur.
Dikala banyak penjual bakso misalnya, ia tidak pernah menganggap mereka sebagai pesaing. Baginya, rezeki seseorang sudah digariskan oleh Yang Maha Kuasa. Nikmati, Syukuri dan Insyaallah berkah. (Musyafa Musa).