Rembang – Bupati Rembang, Abdul Hafidz mengisahkan pengalamannya saat serangkaian bencana alam melanda sejumlah kecamatan di bulan Maret 2022. Salah satunya, tiap kali hujan deras, selalu memendam rasa was-was, bahkan sampai tidak bisa tidur.
“Yang namanya pimpinan itu kalau pas hujan deras, dag-deg, dag-deg, ndak bisa tidur, “ ungkapnya.
Ia menugaskan kepada Wakil Bupati, M. Hanies Cholil Barro’ untuk lebih sering turun langsung ke lapangan, guna memantau perkembangan bencana.
“Sambangi masyarakat apa yang dibutuhkan. Saya masih ingat, pak Wabup malam-malam setelah pertemuan dengan Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkopimda), langsung turun ke Sumber, “ kata Bupati.
Hafidz membenarkan faktor penyempitan aliran sungai, turut berpengaruh besar terhadap bencana banjir, belakangan ini. Pihak Pemkab Rembang sudah mengajukan normalisasi kepada Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, karena jika tidak ditangani maka kejadian serupa akan terus berulang setiap tahun.
“Curah hujan tinggi, tapi sementara aliran sungai sangat sempit, sehingga air meluap kemana-mana, “ ujarnya.
Lebih-lebih dampak bencana menimbulkan kerugian sosial ekonomi luar biasa bagi masyarakat. Ia mencontohkan salah satunya di sektor pertanian.
Berdasarkan data dari Dinas Pertanian Dan Pangan Kabupaten Rembang, lahan pertanian yang terdampak banjir meliputi Kecamatan Kaliori 60 hektar, Sumber 153 hektar, Sale 2,5 hektar, sehingga totalnya mencapai 215 hektar.
Jika diasumsikan hilang 3 ton dari potensi panennya sebanyak 5,5 ton per hektar, maka angka kerugiannya ditaksir Rp 2,58 Miliar.
“Di pertanian kita, kerugian sudah Miliaran, ada sekian ratus hektar yang panennya berkurang. Tentu ini butuh perhatian khusus, penanganan penyebab, dicarikan solusinya, “ imbuh Hafidz.
Sedangkan menyangkut infrastruktur, Bupati menambahkan untuk sementara ini ditangani secara darurat dulu. Nantinya untuk titik-titik yang harus direhabilitasi, maka akan ada perencanaan melalui proses dana pasca bencana.
Ia bahkan berulang kali menghubungi Sekreatris Daerah (Sekda) Rembang, Fahrudin, untuk memastikan kerusakan infrastruktur ditangani dulu. Menurutnya, kunci dari semua itu adalah koordinasi dan komunikasi.
“Selama koordinasi dan komunikasi baik, maka tidak ada yang tidak bisa. Apalagi di zaman sekarang, komunikasi sangat mudah sekali, “ tandasnya.
Bupati secara khusus juga memantau kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang kebetulan kepala pelaksana harian (Kalakhar) nya seorang perempuan, Sri Jarwati.
Semula ia merasa ragu, tapi setelah awal-awal ini berjalan, merasa mantap tidak salah pilih, sekaligus menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan.
“Awalnya saya itu ragu-ragu, lha wong Kepala BPBD kok wedok (perempuan-Red). Nek ono bencana tengah wengi, cincing-cincing jarik kacau kabeh iki. Kemarin saya pantau, jam 02.00 dini hari masih di lapangan, kemudian jam 06.30 pagi sudah laporan ke rumah. Tak pantau terus, tapi nggak tahu bu Jarwati ini, “ bebernya tersenyum.
Sementara itu, Ketua DPRD Rembang, Supadi menyatakan selain penanganan infrastruktur yang rusak akibat banjir, Pemkab juga perlu merancang program untuk para petani terdampak bencana.
Minimal bisa meringankan beban mereka, menghadapi masa tanam berikutnya.
“Entah dapat bantuan bibit atau apalah yang sekiranya mampu mengurangi beban petani. Kasihan petani, mulai mengolah sampai panen, sudah banyak pengeluaran. Tapi jelang panen, malah kena banjir. Ini patut diprioritaskan, “ kata Supadi. (Musyafa Musa).